BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Suatu campuran papaverin
(sebagai garam hirdoklorida atau sulfat) dan asam barbiturat merupakan
kombinasiobat yang umum digunakan atau ditemukan. Campuran ini sangat cocok
untuk dipisahkan secara penyarian cair-cair.
Ekstraksi cair merupakan
metode pemisahan atau pengambilan zat terlarut dalam larutan (biasanya dalam
air) dengan menggunakan pelarut lain (biasanya organik). Ekstraksi cair dapat juga
disebut ekstraksi pelarut.
Prinsip metode ini
didasarkan pada zat terlarut dengan perbandingan tertentu antar dua pelarut
yang tidak saling bercampur seperti eter, kloroform, karbontetra klorida, dan
karbon disulfida. Diantara berbagai jenis pemisahan, ekstraksi pelarut
merupakan metode yang paling baik dan popular, karena metode ini dapat
dilakukan baik tingkat mikro maupun makro. Pemisahannya tidak memerlukan khusus
atau canggih, melainkan hanya berupa corong pemisah. Seringkali untuk melakukan
pemisahan hanya dilakukan beberapa menit.
Metode ini mula-mula
digunakan pada kimia analitik, tidak hanya untuk pemisahan tetapi juga untuk
analisis kuantitatif. Selanjutnya metode ini berkembang dan dapat digunakan
untuk kegunaan preparative dan pemurniaan pada skala kerja termasuk didalam
bidang kimia organik, anorganik, dan biokimia. Dalam industri metode ini banyak
dipakai untuk menghilangkan zat-zat yang tidak diinginkan dalam hasil, misalnya
pada pemuniaan minyak tanah atau minyak goreng dan pemurniaan natrium
hidroksida yang dihasilkan dari proses elektrolisis.
Ekstraksi adalah suatu
proses pemisahan subtansi atau zat dari campurannya dengan menggunakan pelarut
yang sesuai.
Ekstraksi dapat digolongkan
berdasarkan bentuk campuran yang diestraksi dan proses pelaksanaanya.
Berdasarkan bentuk
campurannya (yang diekstraksi), suatu ekstraksi dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Ektraksi
padat-cair, zat yang diekstraksi terdapat didalam
campuran
yang berbentuk padatan.
2. Ekstraksi
cair-cair, zat yang diekstraksi terdapat dalam
campuran
yang berbentuk cairan. (Yazid,. E,. 2005.)
1.2 Maksud
Percobaan
Mengetahui dan memahami cara
penetapan kadar suatu senyawa obat dalam sediaan obat dengan menggunakan metode
ekstraksi cair-cair.
1.3
Tujuan Percobaan
Menentukan
kadar Fenobarbital dan Papaverin dalam sediaan
tablet dengan menggunakan metode ekstraksi cair-cair.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
Pada ekstraksi cair-cair,
zat yang diekstraksi terdapat didalam campuran yang berbentuk cair. Ekstraksi
cair-cair sering juga disebut ekstraksi pelarut, banyak dilakukan untuk
memisahkan zat seperti iod, atau logam-logam tertentu dalam larutan air.
(Yazid,. E,. 2005.)
Ekstraksi cair-cair
digunakan sebagai cara untuk memperlakukan sampel atau clean-up sampel untuk
memisahkan analit-analit dari komponen matrix yang mungkin menggangu pada saat
kuantifikasi atau deteksi analit. Disamping itu, ekstraksi pelarut juga
digunakan untuk memekatkan analit yang ada didalam sampel dalam jumlah kecil
sehingga tidak memungkinkan atau menyulitkan untuk deteksi dan kuantifikasinya.
Salah satu fasenya seringkali berupa air dan faes yanglain pelarut organik
seperti kloroform atau petroleum eter. Senyawa-senyawa yang bersifat polar akan
ditemukan didalam fase air,sedangkan senyawa-senyawa yang bersifat hidrofobik
akan masuk pada pelarut anorganik. Analit yang tereksasi kedalam pelarut
organik akan mudah diperoleh kembali dengan cara penguapan pelarut, sedangkan
analit yang masuk kedalam fase air seringkali diinjeksikan secara langsung
kedalam kolom.( Rohman,. A,. 2009).
Hubungan
zat terlarut yang terdistribusi diantara dua pelarut yang tidak saling
bercampur dinyatakan pertama kali oleh “Walter nernst ” (1981) yang
dikenal dengan hukum distribusi atau partisi “jika solut dilarutkan
sekaligus kedalam dua pelarut yang tidak saling bercampur, maka solut akan
terdistribusi diantara kedua pelarut. Pada saat setimbang perbandingan
konsentrasi solut berharga tetap pada suhu tetap.” (Yazid,. E,. 2005.)
Perbandingan konsentrasi
pada keadaan setimbang di dalam dua fase disebut dengan koefisien partisi (KD)
dapat dituliskan :
KD =
Dimana KD adalah
sebuah tetapan yand dikenal dengan koefisien distribusi atau partisi. Harga KD tidak
bergantung pada konsentrasi total solut pada kedua fase, tetap bergantung pada
suhu, jenis kedua pelarut dan solut. Hukum Nernst dalam bentuknya yang
sederhana hanya berlaku untuk larutan encer dan keadaan solut sama atau tidak
mengalami perubahan kedua dalam pelarut. Hukum ini tidak berlaku jika solut
yang terdistribusi mengalami asosiasi atau disosiasi pada fase
pelarut. (Yazid,. E,. 2005).
Hukum
distribusi atau partisi.
Suatu zat yang dapat larut dalam dua zat pelarut yang tidak saling campur dan
ketiga-tiganya ada bersama, maka zat tersebut akan terbagi kedalam dua
pelaruttersebut. Pada keadaan setimbang, perbandingan fraksi mol dari zat
terlarut dalam kedua pelarut berharga tetap pada temperatur tetap. Pernyataan
ini dikenal dengan “hukum distribusi”. Hukum ini hanya berlaku bila
larutannya encer dan zat terlarut mempunyai struktur molekul yang sama dalam
dua pelarut (Sukardjo,1997).
Menurut
hukum distribusi Nerst, bila ke dalam kedua pelarut yang tidak saling bercampur
dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan
terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan
air. Dalam praktek solutakan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua
pelarut tersebut setelah di kocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan
konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu
tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau
koefisien distribusi. Koefisien distribusi dinyatakan dengan berbagai rumus
sebagai berikut (Soebagio, 2002):
KD =
C2/C1 atau KD = Co/Ca
Jika ke dalam sistem dua fasa cair
yang tak dapat saling bercampur ditambahkan zat ketiga yang dapat melarut pada
keduanya maka zat ketiga akan terdistribusi diantara ke dua fasa tadi dalam
jumlah tertentu. Bila larutan jenuh I2 dalam CHCl3 dikocok
dalam air yang tidak larut dalam CHCl3, maka I2 akan
terbagi dalam air dan dalam CHCl3. Setelah tercapai kesetimbangan
perbandingan konsentrasi I2 dalam air dan CHCl3pada
temperatur tetap juga tetap, kenyataan ini merupakan akibat langsung hukum
termodinamika pada kesetimbangan (Basset,dkk,1994 ).
2.2 Uraian Bahan
1. Aquadest (Ditjen
POM, 1979 : 96)
Nama
Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama
Lain : Air suling
Rumus
molekul : H2O
Berat
Molekul : 18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna,
tidak berbau, tidak mempunyai rasa.
Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan :
Zat tambahan dan pelarut.
2. Eter
(Ditjen POM, 1979 : 66)
Nama
Resmi : AETHER ANAESTHETICUS
Nama
Lain : Eter
Rumus
molekul : C4H10O
Berat
Molekul : 74,12
Pemerian : Cairan transparan, tudak
berwarna, bau khas, rasa manis dan membakar, sangat mudahmenguap, sangat mudah
terbakar, campuran uapnya dengan oksigen, udara atau dinitrogen oksida, pada
kadar tertentu dapat meledak.
Kelarutan : Larut dalam 10 bagian air, dapat
bercampur dengan etanol (95%)P, dengan kloroform P, dengan minyak lemak, dan
dengan minyak atsiri.
Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya, di tempat sejuk.
3. Kloroform
(Ditjen POM, 1979 : 151)
Nama
resmi : CHLOROFORM
Nama
lain : Kloroform
RM /
BM : CHCl3 /
119,38
Pemerian : Cairan tidak berwarna,
mudah menguap, bau khas, rasa manis dan
membakar.
Kelarutan : Larut dalam lebih kurang
200 bagian air, mudah larut dalam etanol mutlak P, dalam eter P, dalam sebagian
besar pelarut organik, dalam minyak atsiri dan dalam minyak lemak.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup
baik.
4. Natrium
Hidroksida (Ditjen POM, 1979 : 421)
Nama
Resmi : NATRII HYDROXYDUM
Nama
Lain : Natrium hidroksida
Rumus
molekul : NaOH
Berat
Molekul : 40,00
Pemerian : Bentuk batang, butiran,
massa hablur atau keping, kering, keras, rapuh dan meunjukkan susunan hablur,
putih, korosif, segera menyerap karbondioksida
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam
air dan dalam etanol (95%)P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Zat tambahan
5. Natrium
klorida (Ditjen POM, 1979 : 403)
Nama Resmi :
NATRII CHLORIDUM
Nama
Lain : Natrium klorida
Rumus
molekul : NaCl
Berat
Molekul : 58,44
Pemerian : Hablur heksahedral, tidak berwarna, atau serbuk hablur putih, tidak
berbau, rasa asin.
Kelarutan : Larut dalam 2,8 bagian
air, dalam 2,7 bagian air mendidih, dan lebih kurang 10 bagian gliserol P,
sukar larut dalam etanol (95%)P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
BAB III
METODE KERJA
3.1
Alat
Praktikum
Adapun alat yang digunakan pada
praktikum ini yaitu botol semprot, cawan porselen, corong pisah, erlenmeyer,
gelas kimia,lumping dan alu, pipet volum, sendok tanduk dan timbangan analitik
3.2
Bahan
yang digunakan
Adapun
bahan yang digunakan yaitu aluminium foil, aquadest, dietileter, NaCl, NaOH,
kloroform dan sampel sediaan obat (papaverin dan fenobarbital).
3.3 Prosedur Kerja
1. Penentuan
koefisien distribusi papaverin
Siapkan fase air dengan menampur 100 mL air,
50 mL NaOH 1 N dan 30 mg NaCl.Kocok campuran ini dalam corong pisah dengan 50
mL kloroform sampai setimbang, pisahkan kedua fase.Timbang saksama 200 mg
papaverin HCl masukan dalam corong pisah, tambahkan 25 mL fase air yang baru
dibaut tadi untuk melarutkan papaverin. Selanjutnya, tambahkan 25 mL fase
kloroform lalu kocok sampai setimbang.Pisahkan kedua fase dan kumpulkan fase kloroform
secara kuantitatif dalam gelas kimia, uapkan pelarutnya diatas waterbath atau
oven sampai berat konstan , dan timbang berat papaverin dalam fase kloroform.
Hitunglah koefisien distribusi papaverin.
2. Penentuan koefisien distribusi fenobarbital
Pipet 50 mL fase air yang telah disiapkan
tadi (pada penentuan koefisien distribusi papaverin) asamkan dengan HCl pekat
seukupnya sampai .
Kocok campuran ini dengan 50 mL eter didalam corong isah sampai setimbang, lalu
pisahkan kedua fase.
Timbang saksama 200 mg fenobarbital Na.
masukan dalam corong pisah, tambahkan 25 mL fase air yang baru dibuat untuk
melarutkan fenobarbital. Setelah itu , ditambahkan 25 mL eter lalu kocok sampai
setimbang.Pisahkan fase eter secara kuantitatif dalam gelas kimia, uapkan pelarutnya
diatas waterbath atau oven sampai berat konstan , dan timbang berat
fenobarbital dalam fase eter. Hitunglah koefisien distribusi fenobarbital.
3. Penetapan
kadar sediaan (campuran papaverin-fenobarbital)
Timbang
20 tablet tentukan berat rata-rata tablet .Tablet digerus sampai halus,
kemudian diambil 1,000 gram untuk dianalisis. Larutkan serbuk tablet dalam
corong pisah yang berisi 30 mL air, 15 mL NaOH 1 N dan 9 gram NaCl. Tambahkan
pelarut organik sebanyak porsi volume penyari dan jumlah penyarian.Kumpulkan
masing-masing fase organik dalam gelas kimia dan uapkan pelarutnya diatas
waterbath atau oven sampai berat konstan.Hitunglah berat papaverin HCl dan
fenobarbital dalam sediaan tersebut dan tentukan presentasinya.Hasilnya
dibandingkan dengan persyaratan sediaan menurut Farmakope.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
- Penetapan kadar sediaan (campuran papaverin-fenobarbital)
Diketahui
= Berat etiket papaverin =
40 mg
Berat etiket
fenobarbital = 30 mg
Berat serbuk analisis =
500 mg
Berat capor kosong =
53.5481 mg
Berat capor + isi
(papaverin) = 54.6390 mg
Berat
rata-rata (papaverin)
=
=
0,17415 mg
Berat
sampel = x kadar obat sesuai etiket
= x 40
= 1148443,5257 mg
Fase
kloroform
Capor
(isi) – capor kosong
= 54,6390 – 53,5481
= 1,0909 mg
%kadar
papaverin HCl = x 100 %
= x 100 %
= 626,4140 %
4.2 Pembahasan
Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat atau
beberapa dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut, [emisahan
terjadi atas dasar kemampuan larutan yang berbeda-beda dari komponen campuran
tersebut.
Pada ekstraksi cair-cair, zat yang
diekstraksi terdapat di dalam campuran yang berbentuk cair. Ekstraksi cair-cair
sering juga disebut ekstraksi pelarut, banyak dialkukan untuk memisahkan zat
seperti iod, atau logam-logam tertentu dalam larutan air.
Pada percobaan ini dilakukan untuk menentukan
kadar sediaan papaverin dan fenobarbitaldengan metode ekstraksi cair-cair dalam
sediaan obat tablet.
Metode yang digunakan pada percobaan ini
yaitu metode ekstraksi cair-cair. Ekstraksi cair-cair merupakan ekstraksi
dimana pada konsentrasi dan tekanan yang konstan, analit akan terdistribusi
dalam proporsi yang selalu sama diantara dua pelarut yang tidak saling
bercampur. Sedangkan perbandingan konsentrasi pada keadaan setimbang di dalam 2
fase disebut dengan koefisien ditribusi (KD).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2015. Penuntun Praktikum Analisis
Farmasi Kuantitatif. Laboratorium Kimia Farmasi. Universitas Muslim Indonesia.
Makassar
Basset, J. dkk.
1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Ditjen POM,. 1979. Farmakope
Indonesia, Edisi III. Departemen Kesehatan. Jakarta.
Rohman,. A,. 2009. Kromatografi untuk
Analisis Obat. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Soebagio. 2000. Kimia Analitik II (JICA). Malang : Universitas
Negeri Malang.
Sukardjo. 1997. Kimia Fisika. Rineka Cipta. Yogyakarta.
Yazid,. E,. 2005. Kimia
Fisika untuk Paramedis. Andi.
Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar