Jumat, 15 April 2016

Penetapan Kadar Sediaan Papaverin- Fenobarbital secara Ekstraksi Cair-Cair

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Suatu campuran papaverin (sebagai garam hirdoklorida atau sulfat) dan asam barbiturat merupakan kombinasiobat yang umum digunakan atau ditemukan. Campuran ini sangat cocok untuk dipisahkan secara penyarian cair-cair.
Ekstraksi cair merupakan metode pemisahan atau pengambilan zat terlarut dalam larutan (biasanya dalam air) dengan menggunakan pelarut lain (biasanya organik). Ekstraksi cair dapat juga disebut ekstraksi pelarut.
Prinsip metode ini didasarkan pada zat terlarut dengan perbandingan tertentu antar dua pelarut yang tidak saling bercampur seperti eter, kloroform, karbontetra klorida, dan karbon disulfida. Diantara berbagai jenis pemisahan, ekstraksi pelarut merupakan metode yang paling baik dan popular, karena metode ini dapat dilakukan baik tingkat mikro maupun makro. Pemisahannya tidak memerlukan khusus atau canggih, melainkan hanya berupa corong pemisah. Seringkali untuk melakukan pemisahan hanya dilakukan beberapa menit.
Metode ini mula-mula digunakan pada kimia analitik, tidak hanya untuk pemisahan tetapi juga untuk analisis kuantitatif. Selanjutnya metode ini berkembang dan dapat digunakan untuk kegunaan preparative dan pemurniaan pada skala kerja termasuk didalam bidang kimia organik, anorganik, dan biokimia. Dalam industri metode ini banyak dipakai untuk menghilangkan zat-zat yang tidak diinginkan dalam hasil, misalnya pada pemuniaan minyak tanah atau minyak goreng dan pemurniaan natrium hidroksida yang dihasilkan dari proses elektrolisis.
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan subtansi atau zat dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai.
Ekstraksi dapat digolongkan berdasarkan bentuk campuran yang diestraksi dan proses pelaksanaanya.
Berdasarkan bentuk campurannya (yang diekstraksi), suatu ekstraksi dibedakan menjadi dua, yaitu:
1.    Ektraksi padat-cair, zat yang diekstraksi terdapat didalam
campuran yang berbentuk padatan.
2.    Ekstraksi cair-cair, zat yang diekstraksi terdapat dalam
campuran yang berbentuk cairan. (Yazid,. E,. 2005.)
1.2  Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara penetapan kadar suatu senyawa obat dalam sediaan obat dengan menggunakan metode ekstraksi cair-cair.
1.3 Tujuan Percobaan
Menentukan kadar Fenobarbital dan Papaverin dalam sediaan  tablet dengan menggunakan metode ekstraksi cair-cair. 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Pada ekstraksi cair-cair, zat yang diekstraksi terdapat didalam campuran yang berbentuk cair. Ekstraksi cair-cair sering juga disebut ekstraksi pelarut, banyak dilakukan untuk memisahkan zat seperti iod, atau logam-logam tertentu dalam larutan air. (Yazid,. E,. 2005.)
Ekstraksi cair-cair digunakan sebagai cara untuk memperlakukan sampel atau clean-up sampel untuk memisahkan analit-analit dari komponen matrix yang mungkin menggangu pada saat kuantifikasi atau deteksi analit. Disamping itu, ekstraksi pelarut juga digunakan untuk memekatkan analit yang ada didalam sampel dalam jumlah kecil sehingga tidak memungkinkan atau menyulitkan untuk deteksi dan kuantifikasinya. Salah satu fasenya seringkali berupa air dan faes yanglain pelarut organik seperti kloroform atau petroleum eter. Senyawa-senyawa yang bersifat polar akan ditemukan didalam fase air,sedangkan senyawa-senyawa yang bersifat hidrofobik akan masuk pada pelarut anorganik. Analit yang tereksasi kedalam pelarut organik akan mudah diperoleh kembali dengan cara penguapan pelarut, sedangkan analit yang masuk kedalam fase air seringkali diinjeksikan secara langsung kedalam kolom.( Rohman,. A,. 2009).
Hubungan zat terlarut yang terdistribusi diantara dua pelarut yang tidak saling bercampur dinyatakan pertama kali oleh “Walter nernst ” (1981) yang dikenal dengan hukum distribusi atau partisi  “jika solut dilarutkan sekaligus kedalam dua pelarut yang tidak saling bercampur, maka solut akan terdistribusi diantara kedua pelarut. Pada saat setimbang perbandingan konsentrasi solut berharga tetap pada suhu tetap.” (Yazid,. E,. 2005.)
Perbandingan konsentrasi pada keadaan setimbang di dalam dua fase disebut dengan koefisien partisi (KD) dapat dituliskan :
KD =
Dimana KD adalah sebuah tetapan yand dikenal dengan koefisien distribusi atau partisi. Harga KD tidak bergantung pada konsentrasi total solut pada kedua fase, tetap bergantung pada suhu, jenis kedua pelarut dan solut. Hukum Nernst dalam bentuknya yang sederhana hanya berlaku untuk larutan encer dan keadaan solut sama atau tidak mengalami perubahan kedua dalam pelarut. Hukum ini tidak berlaku jika solut yang terdistribusi mengalami asosiasi atau disosiasi pada fase pelarut. (Yazid,. E,. 2005).
Hukum distribusi atau partisi. Suatu zat yang dapat larut dalam dua zat pelarut yang tidak saling campur dan ketiga-tiganya ada bersama, maka zat tersebut akan terbagi kedalam dua pelaruttersebut. Pada keadaan setimbang, perbandingan fraksi mol dari zat terlarut dalam kedua pelarut berharga tetap pada temperatur tetap. Pernyataan ini dikenal dengan “hukum distribusi”. Hukum ini hanya berlaku bila larutannya encer dan zat terlarut mempunyai struktur molekul yang sama dalam dua pelarut (Sukardjo,1997).
Menurut hukum distribusi Nerst, bila ke dalam kedua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air. Dalam praktek solutakan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah di kocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi. Koefisien distribusi dinyatakan dengan berbagai rumus sebagai berikut (Soebagio, 2002):
KD = C2/C1 atau KD = Co/Ca   
Jika ke dalam sistem dua fasa cair yang tak dapat saling bercampur ditambahkan zat ketiga yang dapat melarut pada keduanya maka zat ketiga akan terdistribusi diantara ke dua fasa tadi dalam jumlah tertentu. Bila larutan jenuh I2 dalam CHCl3 dikocok dalam air yang tidak larut dalam CHCl3, maka I2 akan terbagi dalam air dan dalam CHCl3. Setelah tercapai kesetimbangan perbandingan konsentrasi I2 dalam air dan CHCl3pada temperatur tetap juga tetap, kenyataan ini merupakan akibat langsung hukum termodinamika pada kesetimbangan (Basset,dkk,1994 ).

2.2  Uraian Bahan
1.    Aquadest (Ditjen POM, 1979 : 96)
Nama Resmi        :  AQUA DESTILLATA
Nama Lain           :  Air suling                              
Rumus molekul  :  H2O
Berat Molekul      : 18,02
Pemerian             : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak     mempunyai rasa.
Penyimpanan      : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan            : Zat tambahan dan pelarut.
2.   Eter (Ditjen POM, 1979 : 66)  
Nama Resmi        : AETHER ANAESTHETICUS
Nama Lain           : Eter
Rumus molekul  : C4H10O
Berat Molekul      : 74,12
Pemerian             : Cairan transparan, tudak berwarna, bau khas, rasa manis dan membakar, sangat mudahmenguap, sangat mudah terbakar, campuran uapnya dengan oksigen, udara atau dinitrogen oksida, pada kadar tertentu dapat meledak.
Kelarutan             : Larut dalam 10 bagian air, dapat bercampur dengan etanol (95%)P, dengan kloroform P, dengan minyak lemak, dan dengan minyak atsiri.
Penyimpanan             : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
                                          cahaya, di tempat sejuk.
3.    Kloroform (Ditjen POM, 1979 : 151)
Nama resmi                : CHLOROFORM
Nama lain                   : Kloroform
RM / BM                      : CHCl3 / 119,38
Pemerian                    : Cairan tidak berwarna, mudah menguap, bau   khas, rasa manis dan membakar.
Kelarutan                    : Larut dalam lebih kurang 200 bagian air, mudah larut dalam etanol mutlak P, dalam eter P, dalam sebagian besar pelarut organik, dalam minyak atsiri dan dalam minyak lemak.
Penyimpanan            :  Dalam wadah tertutup baik.
4.   Natrium Hidroksida (Ditjen POM, 1979 : 421)
Nama Resmi              : NATRII HYDROXYDUM
Nama Lain                  : Natrium hidroksida
Rumus molekul         : NaOH
Berat Molekul             : 40,00
Pemerian                    : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keping, kering, keras, rapuh dan meunjukkan susunan hablur, putih, korosif, segera menyerap karbondioksida
Kelarutan                    : Sangat mudah larut dalam air dan  dalam etanol (95%)P
Penyimpanan            :  Dalam wadah tertutup baik.          
Kegunaan                  :  Zat tambahan
5.    Natrium klorida (Ditjen POM, 1979 : 403)
Nama Resmi              : NATRII CHLORIDUM
Nama Lain                  : Natrium klorida
Rumus molekul         : NaCl
Berat Molekul             : 58,44
Pemerian                    :  Hablur heksahedral, tidak berwarna, atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa asin.
Kelarutan                    : Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian air mendidih, dan lebih kurang 10 bagian gliserol P, sukar larut dalam etanol (95%)P
Penyimpanan            : Dalam wadah tertutup baik.
BAB III
METODE KERJA
3.1      Alat Praktikum
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu botol semprot, cawan porselen, corong pisah, erlenmeyer, gelas kimia,lumping dan alu, pipet volum, sendok tanduk dan timbangan analitik
3.2      Bahan yang digunakan
Adapun bahan yang digunakan yaitu aluminium foil, aquadest, dietileter, NaCl, NaOH, kloroform dan sampel sediaan obat (papaverin dan fenobarbital).
3.3 Prosedur Kerja
1.     Penentuan koefisien distribusi papaverin
Siapkan fase air dengan menampur 100 mL air, 50 mL NaOH 1 N dan 30 mg NaCl.Kocok campuran ini dalam corong pisah dengan 50 mL kloroform sampai setimbang, pisahkan kedua fase.Timbang saksama 200 mg papaverin HCl masukan dalam corong pisah, tambahkan 25 mL fase air yang baru dibaut tadi untuk melarutkan papaverin. Selanjutnya, tambahkan 25 mL fase kloroform lalu kocok sampai setimbang.Pisahkan kedua fase dan kumpulkan fase kloroform secara kuantitatif dalam gelas kimia, uapkan pelarutnya diatas waterbath atau oven sampai berat konstan , dan timbang berat papaverin dalam fase kloroform. Hitunglah koefisien distribusi papaverin.
2.    Penentuan koefisien distribusi fenobarbital
Pipet 50 mL fase air yang telah disiapkan tadi (pada penentuan koefisien distribusi papaverin) asamkan dengan HCl pekat seukupnya sampai . Kocok campuran ini dengan 50 mL eter didalam corong isah sampai setimbang, lalu pisahkan kedua fase.
Timbang saksama 200 mg fenobarbital Na. masukan dalam corong pisah, tambahkan 25 mL fase air yang baru dibuat untuk melarutkan fenobarbital. Setelah itu , ditambahkan 25 mL eter lalu kocok sampai setimbang.Pisahkan fase eter secara kuantitatif dalam gelas kimia, uapkan pelarutnya diatas waterbath atau oven sampai berat konstan , dan timbang berat fenobarbital dalam fase eter. Hitunglah koefisien distribusi fenobarbital.
3.    Penetapan kadar sediaan (campuran papaverin-fenobarbital)
 Timbang 20 tablet tentukan berat rata-rata tablet .Tablet digerus sampai halus, kemudian diambil 1,000 gram untuk dianalisis. Larutkan serbuk tablet dalam corong pisah yang berisi 30 mL air, 15 mL NaOH 1 N dan 9 gram NaCl. Tambahkan pelarut organik sebanyak porsi volume penyari dan jumlah penyarian.Kumpulkan masing-masing fase organik dalam gelas kimia dan uapkan pelarutnya diatas waterbath atau oven sampai berat konstan.Hitunglah berat papaverin HCl dan fenobarbital dalam sediaan tersebut dan tentukan presentasinya.Hasilnya dibandingkan dengan persyaratan sediaan menurut Farmakope. 
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
-       Penetapan kadar sediaan (campuran papaverin-fenobarbital)
Diketahui =   Berat etiket papaverin                     = 40 mg
                        Berat etiket fenobarbital                  = 30 mg
                        Berat serbuk analisis                      = 500 mg
                        Berat capor kosong                         = 53.5481 mg
                        Berat capor + isi (papaverin)          = 54.6390 mg
Berat rata-rata (papaverin)
                                      =
                                      = 0,17415 mg
Berat sampel =  x kadar obat sesuai etiket
                        =  x 40
                        = 1148443,5257 mg
Fase kloroform
Capor (isi) – capor kosong
= 54,6390 – 53,5481
= 1,0909 mg
%kadar papaverin HCl =   x 100 %
                                    =   x 100 %
                                    = 626,4140 %
4.2   Pembahasan
Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat atau beberapa dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut, [emisahan terjadi atas dasar kemampuan larutan yang berbeda-beda dari komponen campuran tersebut.
Pada ekstraksi cair-cair, zat yang diekstraksi terdapat di dalam campuran yang berbentuk cair. Ekstraksi cair-cair sering juga disebut ekstraksi pelarut, banyak dialkukan untuk memisahkan zat seperti iod, atau logam-logam tertentu dalam larutan air.
Pada percobaan ini dilakukan untuk menentukan kadar sediaan papaverin dan fenobarbitaldengan metode ekstraksi cair-cair dalam sediaan obat tablet.
Metode yang digunakan pada percobaan ini yaitu metode ekstraksi cair-cair. Ekstraksi cair-cair merupakan ekstraksi dimana pada konsentrasi dan tekanan yang konstan, analit akan terdistribusi dalam proporsi yang selalu sama diantara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Sedangkan perbandingan konsentrasi pada keadaan setimbang di dalam 2 fase disebut dengan koefisien ditribusi (KD).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2015. Penuntun Praktikum Analisis Farmasi Kuantitatif. Laboratorium Kimia Farmasi. Universitas Muslim Indonesia. Makassar

Basset, J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Ditjen POM,. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Departemen Kesehatan. Jakarta.

Rohman,. A,. 2009. Kromatografi untuk Analisis Obat. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Soebagio. 2000. Kimia Analitik II (JICA). Malang : Universitas Negeri Malang.
Sukardjo. 1997. Kimia Fisika. Rineka Cipta. Yogyakarta.

Yazid,. E,. 2005. Kimia Fisika  untuk Paramedis. Andi. Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar