Jumat, 15 April 2016

PEMERIKSAAN SGPT DAN SGOT DALAM SERUM

BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
            Di dalam darah, serum (bahasa Inggris: blood serum) adalah komponen yang bukan berupa sel darah, juga bukan faktor koagulasi; serum adalah plasma darah tanpa fibrinogen, (bahasa Latin: serum) berarti bagian tetap cair dari susu yang membeku pada proses pembuatan keju.
Penyakit hati adalah penurunan kadar albumin dan kenaikan kadar globulin. Kadar albumin serum secara teratur menurun apabila penyakit hati berlangsung lebih dari 3 minggu.
Dua transaminase yang sering digunakan dalam menilai penyakit hati adalah serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT) dan serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT). Serum transaminase adalah indikator yang peka pada kerusakan sel hati.6–8 Nilai hasil pemeriksaan aktivitas SGOT dibagi aktivitas SGPT dalam sampel serum disebut rasio de Ritis.
SGOT (Serum Glutamat Oxaloacetat Transterase)/AST (Aspartat aminotrasterase) adalah sebuah enzim yang biasanya terdapat dalam jantung dan sel-sel hati. Yang mana ketika SGOT dilepaskan ke dalam darah maka dapat disimpulkan bahwa hati atau jantung mengalami kerusakan. Tingkat darah SGOT ini adalah demikian tinggi dengan kerusakan hati (misalnya,dari hepatitis virus) atau dengan serangan terhadap jantung (misalnya, dari serangan jantung).
SGPT (Serum Glutamat Piruvat Transferase), SGPT/ALT (alanin aminotransferase) adalah enzim yang banyak ditemukan pada sel hati. SGPT efektif untuk mendiagnosis destruksi hepatoseluler. Yang mana ketika enzim ini terdapat dalam darah dalam jumlah yang tidak sesuai maka hati mengalami kerusakan. Enzim ini dalam jumlah yang kecil dijumpai pada otot jantung, ginjal dan otot rangka
Pada praktikum ini kita akan menentukan kadar SGOT dan SGPT dalam darah. yang mana setelah diketahui dstanya, kita akan menginterpretasikan kemudian penyimpulkan apakah kadar SGOT dan SGPT dalam darah dalam keadaan normal atau abnormal.
I.2 Maksud Praktikum
Adapun maksud dilakukannya percobaan kali ini adalah untuk menganalisa kadar SGOT (Serum Glutamat Oxaloacetat Transferase) dan SGPT (Serum Glutamat Piruvat Transferase)  dalam darah.
I.3  Tujuan praktikum
Adapun tujuan dilakukannya percobaan kali ini adalah untuk menentukan kadar SGOT (Serum Glutamat Oxaloacetat Transferase) dan SGPT (Serum Glutamat Piruvat Transferase)  dalam darah


BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Deskripsi Data Klinis
SGOT-SGPT merupakan dua enzim transaminase yang dihasilkan terutama oleh sel-sel hati. Bila sel-sel liver rusak, misalnya pada kasus hepatitis atau sirosis, biasanya kadar kedua enzim ini meningkat. Makanya, lewat hasil tes laboratorium, keduanya dianggap memberi gambaran adanya gangguan pada hati (Ronald, 2004).
SGOT singkatan dari Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase, sebuah enzim yang secara normal berada disel hati dan organ lain. SGOT dikeluarkan kedalam darah ketika hati rusak. Level SDOT darah kemudian dihubungkan dengan kerusakan sel hati, seperti serangan virus hepatitis. SGOT juga disebut aspartate aminotransferase (AST) (Poedjiadi, 1994).
Aspartate transaminase (AST) atau serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT) adalah enzim yang biasanya terdapat dalam jaringan tubuh, terutama dalam jantung dan hati; enzim itu dilepaskan ke dalam serum sebagai akibat dari cedera jaringan, oleh karena itu konsentrasi dalam serum (SGOT) dapat meningkat pada penyakit infark miokard atau kerusakan aku pada sel-sel hati (Dorland, 1998).
SGPT adalah singkatan dari Serum Glutamik Piruvat Transaminase , SGPT atau juga dinamakan ALT (Alanin Aminotransferase) merupakan enzim yang banyak ditemukan pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi hepatoselular. Enzim ini dalam jumlah yang kecil dijumpai pada otot jantung, ginjal dan otot rangka. Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi daripada SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut, sedangkan pada proses kronis didapat sebaliknya ( joyce, 2007).
Enzim-enzim AST, ALT & GLDH akan meningkat bila terjadi kerusakan sel hati. Biasanya peningkatan ALT lebih tinggi dari pada AST pada kerusakan hati yang akut, mengingat ALT merupakan enzim yang hanya terdapat dalam sitoplasma sel hati (unilokuler). Sebaliknya AST yang terdapat baik dalam sitoplasma maupun mitochondria (bilokuler) akan meningkat lebih tinggi daripada ALT pada kerusakan hati yang lebih dalam dari sitoplasma sel. Keadaan ini ditemukan pada kerusakan sel hati yang menahun.2,5,7 Adanya perbedaan peningkatan enzim AST dan ALT pada penyakit hati ini mendorong para peneliti untuk menyelidiki ratio AST & ALT ini. De Ritis et al mendapatkan ratio AST/ALT = 0,7 sebagai batas penyakit hati akut dan kronis. Ratio lni yang terkenal dengan nama ratio De Ritis memberikan hasil < 0,7 pada penyakit hati akut dan > 0,7 pada penyakit hati kronis. Batas 0,7 ini dipakai apabila pemeriksaan enzim-enzim tersebut dilakukan secara optimized, sedangkan apabila pemeriksaan dilakukan dengan cara kolorimetrik batas ini adalah 1.7 Istilah "optimized" yang dipakai perkumpulan ahli kimia di Jerman ini mengandung arti bahwa cara pemeriksaan ini telah distandardisasi secara optimum baik substrat, koenzim maupun lingkungannya. (Suryadi dan Marzuki, 1983).
ALT/SGPT suatu enzim yang ditemukan terutama pada sel-sel hepar, efektif dalam mendiagnosa kerusakan hepatoseluler. Kadar ALT serum dapat lebih tinggi sebelum ikretik terjadi. Pada ikretik dan ALT serum>300 unit, penyebab yang paling mungkin karena gangguan hepar dan tidak gangguan hemolitik (Joyce, 2007).
ALT adalah tes yang lebih spesifik untuk kerusakan hati disbanding ASAT. ALT adalah enzim yang dibuat dalam sel hati (hepatosit), jadi lebih spesifik untuk penyakit hati dibandingkan dengan enzim lain. Biasanya peningkatan ALT terjadi bila ada kerusakan pada selaput sel hati. Setiap jenis peradangan hati dapat menyebabkan peningkatan pada ALT. Peradangan pada hati dapat disebabkan oleh hepatitis virus, beberapa obat, penggunaan alkohol, dan penyakit pada saluran cairan empedu. AST adalah enzim mitokondria yang juga ditemukan dalam jantung, ginjal dan otak. Jadi tes ini kurang spesifik untuk penyakit hati, namun dalam beberapa kasus peradangan hati, peningkatan ALT dan AST akan serupa (Hasan, 2008).
SGPT, ALT, prinsipnya adalah enzim yang terdapat dalam serum pasien akan mengkatalisasi reaksi antara oksoglutarat dengan  L alanin yang membentuk glutamat dan piruvat. Piruvat yang terbentuk bereaksi dengan NADH yang akan membentuk laktat dan SGPT yang dapat dilihat dari ∆A setelah 1 menit reaksi berlangsung (Zulbadar,2007).
II.2 Nilai dan Rujukan
1.  SGOT (Joyce, 2007).
Dewasa        : 5-40 U/mL(Frankel), 4-36 IU/L, 16-60 U/mL pada 30o C (Karmen), 8-33 U/L pada 37oC (unit SI), pada wanita nilainya agak sedikit lebih rendah dari pria. olahraga mempengaruhi peningkatan kadar serum.
Anak              :    Bayi baru lahir : Empat kali dari nilai normal.
Lansia           :    Sedikit lebih tinggi dari orang dewasa
2.  SGPT (Joyce, 2007).
Dewasa        :    5-35 U/mL (Frankel), 5-25 mU/mL (Wrobleweski). 8-50 U/mL pada suhu 30 0C (Karmen), 4-35 U/L pada suhu 370S (unit S1).
Anak              : Bayi : dapat dua kali tinggi orang dewasa; Anak: sama dengan dewasa.
Lansia           :    Agak lebih tinggi dari dewasa
II.3  Interpretasi Data Klinis               
Nilai normal SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) untuk orang dewasa adalah laki-laki : 0 – 37 U/L dan perempuan : 0 – 31 U/L.
Nilai normal SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase) untuk orang dewasa adalah untuk laki-laki : 0 – 42 U/L, perempuan : 0 – 32 U/L.
Masalah klinis SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase):
a.    Penurunan kadar : kehamilan, diabetik ketoasidosis, beri-beri.
b.    Peningkatan kadar : Infark miokard akut (IMA), ensefalitis, nekrosis hepar, penyakit dan trauma muskuloskeletal, pankreatitis akut, ekslampsia, gagal jantung kongestif (GJK). Obat-obat yang dapat meningkatkan nilai AST : Antibiotik, narkotik, vitamin (asam folat, piridoksin, vitamin A), antihipertensi (metildopa [Aldoment], guanetidin), teofilin, golongan digitalis, kortison, flurazepam (Dalmane), indometasin (Indocin), isoniazid (INH), rifampisin, kontrasepsi oral, salisilat, injeksi intramuskular (IM) (Joyce, 2007).
Masalah klinis SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase):
a.    Peningkatan Kadar :
Peningkatan paling tinggi : Hepatitis (virus) akut, hepatoksisitas yang menyebabkan nekrosis hepar (toksisitas obat atau kimia); agak atau meningkat sedang : sirosis, kanker hepar, gagal jantung kongesif, intoksisitas alkohol akut; peningkatan marginal : infrak miokard akut (IMA). Antibiotik, narkotik, metildopa (Aldomet), guanetidin, sediaan digitalis, indometasin (Indocin), salisilat, rifampisin, flurazepam (Dalamane), propanolol (Inderal), kontrasepsi oral, timah, heparin (Joyce, 2007)
II.4   Obat-obat dan makanan
a.     Obat  yang berpengaruh
Mengkonsumsi obat-obatan tertentu dapat meningkatkan kadar SGOT/SGPT.Haloten, merupakan jenis obat yang biasa digunakan sebagai obat bius.  Isoniasid, merupakan jenis obat antibiotik untuk penyakit TBC. Metildopa, m erupakan jenis obat anti hipertensid. Fenitoin dan Asam Valproat, m erupakan jenis obat yang biasa digunakan sebaga i obat anti epilepsi atau ayan. Parasetamol, merupakan jenis obat yang biasa diberikan dalam resep dokter sebagai pereda dan penurun demam. Parasetamol adalah jenis obat yang aman, jika dikonsumsi dalam dosis yang tepat. Namun jika berlebihan akan menyebabkan sirosis (kerusakan hati) yang cukup parah bahkan sampai menyebabkan kematian. Selain jenis obat diatas adapula jenis obat lainnya yang dapat m erusa k fungsi hati, seperti alfatoksin, arsen, karboijn tetraklorida, tem baga dan vinil klorida.
b.     Makanan yang berpengaruh
Penyebab yang paling umum dari kenaikan-kenaikan yang ringan sampai sedang dari enzim-enzim hati ini (SGOT dan SGPT) adalah fatty liver (hati berlemak), penyalahgunaan alkohol dan  penyebab-penyebab lain dari fatty liver termasuk diabetes mellitus dan kegemukan (obesity).
II.5 Fisiologi
Berbagai macam fungsi hati dijalankan oleh sel yang disebut sebagai hepatosit, dimana 70-80% menyusun sitoplasma hati. Berikut berbagai macam fungsi hepatosit (Ronald, 2004):
a)    Sintesis protein
b)    Penyimpanan protein
c)    Metabolisme karbohidrat
d)    Sintesis kolesterol, garam empedu dan fosfolipid
e)    Detoksifikasi, modifikasi, dan ekskresi substansi endogen dan eksogen.
Hepatosit merupakan sel tubuh yang memproduksi albumin serum, fibrinogen dan faktor pembekuan darah kecuali faktor III dan IV. Selain itu, hati juga mempunyai peranan dalam sintesis lipoprotein, ceruloplasmin, transferin, komplemen, dan glikoprotein. Hepatosit juga memproduksi protein dan enzim intraselular termasuk transaminase. Enzim yang dihasilkan oleh hepatosit yaitu Alanine Aminotransferase (ALT) atau Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT), dan Aspartate Aminotransferase (AST) atau Serum Glutamic Oksaloasetat Transaminase (SGOT).SGPT terdapat pada sel darah merah, otot jantung, otot skelet, ginjal dan otak. Sedangkan SGOT ditemukan pada hati. Enzim tersebut akan keluar dari hepatosit jika terdapat peradangan atau kerusakan pada sel tersebut. Kedua enzim ini dapat meningkat karena adanya gangguan fungsi hati, dan penanda kerusakan sel lainnya, yang salah satu penyebabnya adalah proses infeksi yang disebabkan oleh virus (Ronald, 2004).
Dua macam enzim yang sering dihubungkan dengan kerusakan sel hati termasuk dalam golongan aminotrasferase, yakni enzim yang mengkatalisis pemindahan gugusan amino secara reversible antara asam amino dan asam alfa-keto. Aspartat aminotransferase (AST) atau glutamat oksaloasetat transaminase (GOT) mengerjakan reaksi antara asam aspartat dan asam alfa-ketoglutamat. Alanin aminotransferase (AST) atau glutamat piruvat transaminase (GPT) melakukan reaksi serupa antara alanin dan asam alfa-ketoglutamat  (Hidayat, 2010).
SGOT ( Serum Glutamik Oksaloasetik Transaminase ) adalah enzim transaminase sering disebut juga AST (Aspartat Amino Transferase) katalisator perubahan dari asam amino menjadi asam alfa ketoglutarat. Enzim ini berada pada serum dan jaringan terutama hati dan jantung ( Sutedjo, 2006).
SGPT (Serum Glutamik Piruvat Transaminase ) merupakan enzim transaminase yang dalam keadaan normal berada dalam jaringan tubuh terutama hati. Sering disebut juga ALT (Alanin Aminotransferase)    (Sutedjo, 2006).
II.6 Patologi
 SGOT banyak terdapat dalam mitokondria dan dalam sitoplasma, sedangkan SGPT hanya terdapat dalam sitoplasma. Oleh karena itu, untuk proses lebih lanjut, terjadi kerusakan membran mitokondria yang akan lebih banyak mengeluarkan SGOT atau AST, sedangkan untuk proses akut SGPR atau ALT lebih dominan dibanding SGOT atau AST (Panil, 2007).
Berdasarkan interpretasi, semua sel prinsipnya mengandung enzim ini. Namun, enzim transaminase mayoritas terdapat dalam sel hati, jantung, dan otak. Pada keadaan adanya nekrosis sel yang hebat, perubahan permeabilitas membran atau kapiler, enzim ini akan bocor ke sirkulasi. Sebab ini, enzim ini akan meningkat jumlahnya pada keadaan nekrosis sel atau proses radang akut atau kronis (Panil, 2007 ).
Tes faal hati yang terjadi pada infeksi bakterial maupun virus yang sistemik yang bukan virus hepatitis. Penderita semacam ini, biasanya ditandai dengan demam tinggi, myalgia, nausea, asthenia dan sebagainya. Disini faal hati terlihat akan terjadinya peningkatan SGOT, SGPT serta ∂-GT antara 3-5X nilai normal. Albumin dapat sedikit menurun bila infeksi sudah terjadi lama dan bilirubin dapat meningkat sedikit terutama bila infeksi cukup berat  (Suwandhi, 2011).
Tes faal hati pada hepatitis virus akut maupun drug induce hepatitis. Faal hati seperti Bilirubin direct/indirect dapat meningkat biasanya kurang dari 10 mg%, kecuali pada hepatitis kolestatik, bilirubin dapat lebih dari 10 mg%. SGOT, SGPT meningkat lebih dari 5 sampai 20 kali nilai normal. ∂-GT dan alkalifosfatase meningkat 2 sampai 4 kali nilai normal, kecuali pada hepatitis kolestatik dapat lebih tinggi. Albumin/globulin biasanya masih normal kecuali bila terjadi hepatitis fulminan maka rasio albumin globulin dapat terbalik dan masa protrombin dapat memanjang (Suwandhi, 2011).
ALT dan AST adalah dua penanda paling dapat diandalkan dari cedera atau nekrosis hepatoseluler. Tingkat mereka dapat meningkat dalam berbagai gangguan hati. Dari dua, ALT dianggap lebih spesifik untuk kerusakan hati karena hadir terutama dalam sitosol hati dan dalam konsentrasi rendah di tempat lain. AST memiliki bentuk sitosol dan mitokondria dan hadir di jaringan hati, jantung, otot rangka, ginjal, otak, pankreas, dan paru-paru, dan sel darah putih dan merah. AST kurang umum disebut sebagai oksaloasetat transaminase serum glutamic dan ALT piruvat transaminase sebagai serum glutamat. Meskipun tingkat ALT dan AST bisa sangat tinggi (melebihi 2.000 U per L dalam kasus cedera dan nekrosis hepatosit yang berhubungan dengan obat-obatan, racun, iskemia, dan hepatitis), ketinggian kurang dari lima kali batas atas normal (yaitu, sekitar 250 U per L dan bawah) jauh lebih umum dalam kedokteran perawatan primer. Kisaran etiologi yang mungkin pada tingkat elevasi transaminase lebih luas dan tes kurang spesifik. Hal ini juga penting untuk mengingat bahwa pasien dengan ALT normal dan tingkat SGOT dapat mempunyai penyakit hati yang signifikan dalam pengaturan cedera hepatosit kronis (misalnya, sirosis, hepatitis C).( Pault, 2005)
Tingkat-  tingkat  yang  tepat dari enzim-enzim ini tidak berkorelasi baik dengan luasnya kerusakan hati atau prognosis. Jadi, tingkat-tingkat AST (SGOT) dan ALT (SGPT) yang tepat tidak dapat digunakan untuk menentukan derajat kerusakan hati atau meramalkan masa depan. Contohnya, pasien-pasien dengan virus hepatitis A akut mungkin mengembangkan tingkat-tingat AST dan ALT yang sangat tinggi (adakalanya dalam batasan ribuan unit/liter). Namun kebnyakan pasien-pasien dengan virus hepatitis A akut sembuh sepenuhnya tanpa sisa penyakit hati. Untuk suatu contoh yang berlawanan, pasien- pasien dengan infeksi hepatitis C kronis secara khas mempunyai hanya suatu peningkatan yang kecil dari tingkat- tingkat AST dan ALT mereka. Beberapa dari pasien- pasien ini mungkin mempunyai penyakit hati kronis yang berkembang secara diam- diam seperti hepatitis kronis dan sirosis (Gunawan, 2011)
BAB III METODE KERJA
III.1  Alat Praktikum
Adapun alat yang di pakai pada praktikum ini adalah kuvet,, mikropipet, sentrifuge, spektro UV-Vis, spoit, tabung reaksi, tabung sentrifuge.
III.2  Bahan Praktikum
Adapun bahan yang di gunakan pada praktikum ini adalah Aquades, reagen 1 SGOT, reagen 2 SGOT, reagen 1 SGPT, reagen 2 SGPT dan serum.
III.3 Cara Kerja
a.  Pengambilan Spesimen
Dalam percobaan kali ini spesimen yang digunakan adalah spesimen darah . diambil darah dari sukarelawan ± 10 ml. kemudian dilakukan penyiapan serum. Penyiapan serum. Untuk penyiapan serum darah probandus dimasukan ± 5 ml kedalam tabung sentrifuge, lalu disentrifuge selama ± 15 menit pada kecepatan 6000 rpm. Kemudian diambil serum darah dan dimasukkan kedalam tabung reaksi.
b. Pemeriksaan SGOT
1. Penyiapan Serum
Disiapkan alat dan bahan, dimasukkan darah ke dalam tabung sentrifuge, disentrifuge selama ± 15 menit pada kecepatan 6000 rpm, diambil serum darah, dimasukkan ke dalam tabung reaksi
2. Pengukuran absorban blanko
Disiapkan alat dan bahan, dipipet 100 µL aquadest ke dalam kuvet, ditambahkan 1000 µL reagen 1 SGOT, diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37o C, ditambahkan 250 µl reagen 2 SGOT, dihomogenkan dan diukur absorban pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 375 nm.
3. Pengukuran absorban sampel
Disiapkan alat dan bahan, dipipet 100 µL serum darah ke dalam kuvet, ditambahkan 1000 µL reagen 1 SGOT, diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37o C, ditambahkan 250 µl reagen 2 SGOT, dihomogenkan, diukur absorban pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 375 nm, diukur lagi absorbansinya pada menit ke-2, ke-3, dan ke-4 dan dicatat nilai absorbansinya.
c.  Pemeriksaan SGPT
1. Penyiapan Serum
Disiapkan alat dan bahan, dimasukkan darah ke dalam tabung sentrifuge, disentrifuge selama ± 15 menit pada kecepatan 6000 rpm, diambil serum darah dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, dimasukkan ke dalam tabung reaksi
2. Pengukuran Absorban Blanko
Disiapkan alat dan bahan, dipipet 100 µL aquadest ke dalam kuvet, ditambahkan 1000 µL reagen 1 SGPT, diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37o C, ditambahkan 250 µl reagen 2 SGPT, dihomogenkan dan diukur absorban pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 375 nm.
3. Pengukuran Absorban Sampel
Disiapkan alat dan bahan, dipipet 100 µL serum darah ke dalam kuvet, ditambahkan 1000 µL reagen 1 SGPT, diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37o C, ditambahkan 250 µl reagen 2 SGPT, dihomogenkan, diukur absorban pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 375 nm, diukur lagi absorbansinya pada menit ke-2, ke-3, dan ke-4 dan dicatat nilai absorbansinya
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
Absorban Pada Menit
Absorban SGOT
Absorban SGPT
1
0,198
0,133
2
0,195
0,132
3
0,194
0,129
4
0,193
0,130

IV.2   Perhitungan
SGOT             =  (U/L)
=  (U/L)
=  (U/L)
= 0,0035716667 (U/L)
= 0,00357 (U/L)
SGPT              =  (U/L)
=  (U/L)
=  (U/L)
= 0,002143 (U/L)
= 0,00214 (U/L)
IV.3 Pembahasan
Darah merupakan komponen esensial mahluk hidup,mulai dari binatang primitive sampai manusia.Dalam keadaan fisiologik,darah selalu berada dalam pembuluh darah sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai (a) pembawa oksigen; (b)mekanisme pertahanan tubuh  terhadap infeksi dan (c) mekanisme hemostasis.
SGOT singkatan dari Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase, sebuah enzim yang biasanya hadir dalam dan jantung sel-sel hati. SGOT dilepaskan ke dalam darah ketika hati atau jantung rusak. Tingkat darah SGOT ini adalah demikian tinggi dengan kerusakan hati (misalnya,dari hepatitis virus ) atau dengan serangan terhadap jantung (misalnya, dari serangan jantung). Beberapa obat juga dapat meningkatkan kadar SGOT. SGOT juga disebut aspartate aminotransferase (AST).
SGPT adalah singkatan dari Serum Glutamic Piruvic Transaminase, SGPT atau juga dinamakan ALT (alanin aminotransferase) merupakan enzim yang banyak ditemukanpada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi hepatoseluler. Enzim ini dalam jumlah yang kecil dijumpai pada otot jantung, ginjal dan otot rangka. Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi daripada SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut, sedangkan pada proses kronis didapat sebaliknya.SGPT/ALT serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, secara semi otomatis atau otomatis. Dalam uji SGOT dan SGPT, hati dapat dikatakan rusak bila jumlah enzim tersebut dalam plasma lebih besar dari kadar normalnya.
Adapun tujuan dilakukannya percobaan kali ini adalah untuk menentukan kadar SGOT (Serum Glutamat Oxaloacetat Transferase) dan SGPT (Serum Glutamat Piruvat Transferase)  dalam darah.
Sebelum dilakukan pengujian dilakukan terlebih dahulu darah disentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 6000 rpm, hal ini dilakukan untuk memisahkan antara serum dan plasma darah. Alasan serum digunakan karena serum tidak mengandung fibrinogen dimana fibrinogen tersebut terdapat pada plasma yang dapat mengakibatkan pengukuran absorban meningkat 3-5%.
Adapun cara kerjanya yaitu pertama disiapkan alat dan bahan, dipipet 100 µL aquadest ke dalam kuvet, ditambahkan 1000 µL reagen 1 SGOT, diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37o C, ditambahkan 250 µl reagen 2 SGOT, dihomogenkan dan diukur absorban pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 375 nm. Setelah itu dilakukan pengukuran absorban standar, pertama Disiapkan alat dan bahan, dipipet 100 µL serum darah ke dalam kuvet, ditambahkan 1000 µL reagen 1 SGOT, diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37o C, ditambahkan 250 µl reagen 2 SGOT, dihomogenkan, diukur absorban pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 375 nm, diukur lagi absorbansinya pada menit ke-2, ke-3, dan ke-4 dan dicatat nilai absorbansinya.
Alasan penggunaan reagen SGOT karena reagen SGOT juga merupakan reagen yang spesifik untuk pengukuran SGOT dan alasan dilakukan inkubasi selama beberapa menit, hal ini dimaksudkan agar reagen dan sampel dapat bercampur dengan baik.
Nilai normal SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) untuk orang dewasa adalah laki-laki : 0-37 U/L dan perempuan : 0-31 U/L. Kelompok 2      = 0,00357 U/L < 0 – 31 U/L  (kadar normal).
Adapun cara kerjanya yaitu pertama disiapkan alat dan bahan, dipipet 100 µL aquadest ke dalam kuvet, ditambahkan 1000 µL reagen 1 SGPT, diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37o C, ditambahkan 250 µl reagen 2 SGPT, dihomogenkan dan diukur absorban pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 375 nm. Setelah itu dilakukan pengukuran absorban standar, pertama Disiapkan alat dan bahan, dipipet 100 µL serum darah ke dalam kuvet, ditambahkan 1000 µL reagen 1 SGPT, diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37o C, ditambahkan 250 µl reagen 2 SGPT, dihomogenkan, diukur absorban pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 375 nm, diukur lagi absorbansinya pada menit ke-2, ke-3, dan ke-4 dan dicatat nilai absorbansinya.
Alasan penggunaan reagen SGPT karena reagen SGPT juga merupakan reagen yang spesifik untuk pengukuran SGPT dan alasan dilakukan inkubasi selama beberapa menit, hal ini dimaksudkan agar reagen dan sampel dapat bercampur dengan baik.
Nilai normal SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase) untuk orang dewasa adalah untuk laki-laki : 0-42 U/L, perempuan : 0-32 U/L. Kelompok 2 = 0,00214 U/L masuk dalam ranges 0 – 32 U/L  (Kadar normal).
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Dari percobaan pemeriksaan SGOT dan SGPT diperoleh hasil pada nilai SGOT 0,00357 sedangkan pada nilai SGPT adalah 0,00214 U/L. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa probandus perempuan dengan nilai rujukan normal SGOT 0-31 U/L dan SGPT 0-32 U/L, semua nilai yang diperoleh memenuhi syarat karna berada dalam range kadar normal maka dapat dikatakan bahwa kadar SGOT dan SGPT untuk probandus berada dalam range normal.
V.2 Saran
Disarankan agar alat dan bahan di lab diperbanyak dan diperlengkap, agar praktikum dapat berjalan dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim., 2015, Penuntun Praktikum Kimia Klinik, Universitas Muslim Indonesia, Makassar.

Gunawan. 2011. http://www.totalkesehatananda.com/darahhati2.html. jakarta. Diakses tanggan 25 juni 2011

Hasan, I. 2008. Peran Albumin Dalam Penatalaksanaan Sirosis Hati. Medicinus. No. 2.Vol.21.http://www.dexamedica.com/images/publish_upload080711257643001215763044FA%20MEDICINUS%208%20MEI%202008%20rev.pdf.

Joyce. L, 2007. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik. EGC : Jakarta

Panil Zulbadar, 2007, Memahami Teori dan Praktikan Kimia Dasar, EGC, Jakarta.

Poedjiadi, 1994, Jakarta, “Dasar-Dasar Biokimia”. UI Press       

Ronald A. Sacher & Richard A. McPherson, alih bahasa : Brahm U. Pendit dan Dewi Wulandari, editor : Huriawati Hartanto, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11, EGC, Jakarta, 2004.

Suryadi dan Marzuki. 1983. Pemeriksaan Faal Hati. Cermin Kedokteran. No. 30. Vol. 1. 14 – 19. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk030diagnosislaboratorium.pdf

Sutedjo, A.Y. 2006. Mengenal Penyakit Melalui Pemeriksaan Laboratorium. Cetakan I, Amara Books, Yogjakarta

LAMPIRAN
1.    Skema Kerja
a.    Penyiapan Serum
Disiapkan alat dan bahan,
 
dimasukkan darah ke dalam tabung sentrifug

disentrifug selama kurang lebih 15 menit pada kecepatan 6000 rpm
diambil serum darah dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

    b.    SGOT
1.    Pengukuran absorban blanko
Disiapkan alat dan bahan


Dipipet 100 µL aquadest ke dalam kuvet
 
ditambahkan 1000 µL regean 1 SGOT
diinkubasi pada suhu 370C selama 5 menit
 
ditambahkan 250 µL regean 2 SGOT

dii ukur absorban spektrofotometer dengan panjang gelombang 375 nm.
2.    Pengukuran absorban sampel
Disiapkan alat dan bahan
 
Dipipet 100 µL serum ke dalam kuvet
 
ditambahkan 1000 µL regean 1 SGOT
 
diinkubasi pada suhu 370C selama 5 menit
ditambahkan 250 µL regean 2 SGOT

dii ukur absorban spektrofotometer dengan panjang gelombang 375 nm.
c.    SGPT
1.    Pengukuran absorban blanko
Disiapkan alat dan bahan
 
Dipipet 100 µL aquadest ke dalam kuvet
 
ditambahkan 1000 µL regean 1 SGOT
 
diinkubasi pada suhu 370C selama 5 menit

ditambahkan 250 µL regean 2 SGOT

dii ukur absorban spektrofotometer dengan panjang gelombang 375 nm.
2.    Pengukuran absorban sampel
Disiapkan alat dan bahan
 
Dipipet 100 µL serum ke dalam kuvet
 
ditambahkan 1000 µL regean 1 SGOT
 
diinkubasi pada suhu 370C selama 5 menit
 
ditambahkan 250 µL regean 2 SGOT


dii ukur absorban spektrofotometer dengan panjang gelombang 375 nm.

3 komentar:

  1. kenapa di inkubasi selama 5 menit?

    BalasHapus
  2. kenapa harus dii ukur absorban spektrofotometer dengan panjang gelombang 375 nm.?

    BalasHapus