BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sistem ekskresi adalah sistem yang berperan
dalam proses pembuangan zat yang sudah tidak diperlukan atau zat yang
membahayakan tubuh, dalam bentuk larutan seperti urin. Data ekskresi obat lewat
urin dapat dipakai untuk memperkirakan produk obat. Tiap cuplikan ditetapkan
kadar obat bebas dengan cara spesifik. Kemudian dibuat grafik yang
menghubungkan kumulatif obat yang diekskresi terhadap jarak waktu pengumpulan.
Pada praktikum ini akan membahas tentang
ekskresi obat melalui urin. Urine atau air seni atau air kencing merupakan
cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal kemudian dikeluarkan dari dalam
tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urine diperlukan untuk membuang
molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga
homeostasis cairan tubuh. Urine disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter
menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra. Urine normal
biasanya berwarna kuning, berbau khas jika didiamkan berbau ammoniak, pH
berkisar 4,8 – 7,5 dan biasanya 6 atau 7. Berat jenis urine 1,002 – 1,035.
Volume normal perhari 900 – 1400 ml.
Dalam
farmakokinetik, urine dapat digunakan sebagai salah satu objek pemeriksaan
selain plasma darah, untuk penentuan beberapa parameter farmakokinetik.
B.
Maksud
praktikum
Menganalisis
parameter farmakokinetik obat paracetamol setelah pemberian dosis
tunggal menggunakan data ekskresi obat lewat urine.
C.
Tujuan
praktikum
Tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu untuk
menentukan parameter farmakokinetik obat paracetamol setelah
pemberian dosis tunggal menggunakan data ekskresi obat lewat urine.
D.
Prinsip
praktikum
Prinsip
kerja dari praktikum ini adalah sebelum probandus meminum obat diambil urin
kemdian diminmkan obat dan diambil urin probandus pada menit 30, 60, dan 90,
diukur absorbannya kemudian diukur parameter farmakokinetiknya.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Teori umum
Farmakokinetik
atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau efek tubuh terhadap obat.
Farmakokinetik mencakup 4 proses, yakni proses absorpsi, distribusi,
metabolisme dan ekskresi. Metabolisme atau biotransformasi, dan ekskresi bentuk
utuh atau bentuk aktif, merupakan proses eliminasi obat (Setiadi,2007).
Proses eksresi obat
lewat ginjal meliputi filtrasi glomerulus, sekresi tubular aktif, reabsorpsi
tubular (Shargel, 2005).
1. filtrasi
glomerulus adalah proses dimana sekitar 20% plasma yang masuk ke kapiler
glomerulus menembus kapiler untuk masuk ke ruang interstisium selanjutnya ke
kapsula bowman (Corwin,2000).
Plasma darah yang mengalir dalam filtrasi
glomerulus akan ditekan pada glomerulus sehingga menjadi urin primer ,suatu
ultrafiltrat yang hampir bebas protein (Mutschler,1991).
Filtrasi glomerulus menghasilkan ultrafiltrat
yang minus protein jadi semua obat bebas akan keluar dalam ultrafiltrat
sedangkan yang terikat protein tetap tinggal dalam darah (Ganiswarna,2007).
Di glomerulus gaya utama yang mendorong
filtrasi adalah tekanan kapiler. Di sebagian besar kapiler lainnya tekanan ini
rata-rata berukuran 18 mmHg, di glomerulus tekanan rerata hampir mencapai 60
mmHg (Corwin,2000).
Sebagian
besar gaya penggerak untuk filtrasi glomerulus adalah tekanan hidrostatik dalam
kapiler-kapiler glomerulus, ginjal menerima pasokan darah yang besar (kira-kira
25% curah jantung melalui arteri ginjal dengan penurunan tekanan hidrostatik
yang sangat kecil. (Shargel, 2005).
Laju
filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate,GFR) didefinisikan sebagai
volume filtrat yang masuk kedalam kapsula bowman per satuan waktu
(Corwin,2000).
Laju
filtrasi glomerulus (GFR) dapat diukur dengan menggunakan suatu obat yang
dieliminasi hanya dengan filtrasi (tidak direabsorpsi atau disekresi).
Contohnya seperti inulin dan kreatinin, dimana klirens inulin sama dengan laju
filtrasi glomerulus 125-130 ml/menit (Shargel, 2005).
2. Sekresi
aktif dari dalam darah ke lumen tubulus proksimal terjadi melalui transporter
membran P-glikoprotein (P-gp) dan MRP (multidrug-resistance protein) yang terdapat
di membran sel epitel dengan selektivitas berbeda yakni MRP untuk anion organik
dan konyugat (mis penisilin, probenesid) dan P-gp untuk kation organik dan zat
netral (mis. Kuinidin, digoksin). Dengan demikian terjadi kompetisi antara
asam-asam organik maupun antara basa-basa organik untuk disekresi
(Ganiswarna,2007).
Obat-obat yang umum digunakan untuk mengukur tubular aktif
meliputi asam p-aminohipurat (PAH) dan iodopiraset (diodras).sekresi aktif
untuk obat-obat ini sangat cepat dan praktis semua obat yang dibawa ke ginjal
dieliminasi dalam satu jalur , sehingga klirens untuk obat-obat ini
mencerminkan aliran plasma ginjal efektif yang bervariasi dari 425-650 ml/menit
(Shargel, 2005).
3. Reabsorpsi
tubular terjadi setelah obat difiltrasi melalui glomerulus dan dapat aktif atau
pasif. Jika suatu obat direabsorpsi sempurna (misal glukosa) maka harga klirens
obat mendekati nol. Untuk obat-obat yang direabsorpsi sebagian harga klirens
akan menjadi lebih kecil daripada GFR 125-130 ml/menit. Reabsorpsi obat-obat
asam atau basa lemah dipengaruhi oleh pH urin dan pKa obat (Shargel, 2005).
Reabsorpsi pasif terjadi di sepanjang
tubulus untuk bentuk nonion obat yang larut lemak ,oleh karena derajat ionisasi
bergantung pada pH larutan maka hal ini dimanfaatkan untuk mempercepat eksresi
ginjal pada keracunan suatu obat asam atau obat basa .obat asam yang relatif
kuat (pKa≤2) dan obat basa yang relatif kuat (≥12, mis guanetidin) terionisasi
sempurna pada pH ekstrim urin akibat asidifikasi dan alkalinisasi paksa(4,5-7,5).
Hanya obat asam dengan pKa antara 3,0 dan 7,5 dan obat basa dengan pKa 6 dan 12
yang dapat dipengaruhi oleh pH urin (Ganiswarna,2007).
Selain itu
ada pula beberapa cara lain yaitu melalui kulit bersama keringat, paru-paru,
empedu, air susu, dan usus (Tjay dan Rahardja, 2007).
Proses
pembentukan urin di dalam ginjal melalui tiga tahapan yaitu filtrasi
(penyaringan), reabsorpsi (penyerapan kembali), dan augmentasi (penambahan)
(Budiyanto, 2013).
Urine memiliki komponen organic dan
anorganik. Urea, asam urat dan kreatinin merupakan beberapa komponen organic
dari urine. Ion-ion seperti Na, K, Ca serta anion Cl merupakan komponen
anorganik dari urine. Warna kuning pada urine, disebabkan oleh urokrom, yaitu
family zat empedu, yang terbentuk dari pemecahan hemoglobin. Bila dibiarkan
dalam udara terbuka, urokrom dapat teroksidasi, sehingga urine menjadi berwarna
kuning tua. Pergeseran konsentrasi komponen-komponen fisiologik urine dan
munculnya komponen-komponen urine yang patologik dapat membantu diagnose
penyakit (Jan Koolman, 2001).
Tetapan
laju eliminasi K dapat dihitung dari data eksresi urin. Dalam penghitungan ini
laju eksresi obat dianggap sebagai orde kesatu .
K =
Ke adalah tetapan laju
eksresi ginjal ,dan Du adalah jumlah obat yang dieksresi urin:
= Ke
DBOe-Kt atau log = +
log Ke DBO
tetapan
laju Knr untuk berbagai rute eliminasi selain eksresi ginjal dapat
diperoleh : K- Ke = Knr .Oleh karena eliminasi obat biasanya
dipengaruhi oleh eksresi ginjal atau metabolisme (biotransformasi) maka: KnrKm
(Shargel, 2012). .
Metode lain untuk perhitungan
tetapan laju eliminasi K dari data eksresi urin adalah metode sigma minus ,
metode ini lebih disukai daripada sebelumnya karena fluktuasi data laju
eliminasi diperkecil. Jumlah obat tidak berubah dalam urin dapat dinyatakan sebagai
fungsi waktu melalui persamaan berikut :
DU (1-e-Kt)
DU adalah jumlah kumulatif obat tidak berubah yang
dieksresi dalam urin. Jumlah obat yang tidak berubah yang akhirnya dieksresi
dalam urin Du˜ dapat ditentukan dengan membuat waktu t tak
terhingga jadi e-Kt diabaikan dan didapat
pernyataan DU
Untuk
mendapat suatu persamaa linear dapat ditulis dengan persamaan :
Log
(Du˜- DU)= +log
Du˜
Suatu
kurva linier diperoleh dengan membuat grafik log jumlah obat tidak berubah yang
belum dieliminasi Log (Du˜-
DU) vs waktu (Shargel, 2012).
Klirens obat adalah suatu ukuran
eliminasi obat dari tubuh tanpa mempermasalahkan mekanisme prosesnya atau disebut
juga laju eliminasi obat dibagi konsentrasi obat dalam plasma pada waktu
tersebut . Persamaannya yaitu : Cl = atau dapat juga
dinyatakan Cl = KVD
dimana
dDu/dt
adalah laju eksresi (µg/menit), Cp adalah konsentrasi plasma (µg/ml), K adalah
tetapan laju eliminasi ,VD adalah volume distribusi (ml/kg)
(Shargel, 2012).
B.
URAIAN
OBAT
Paracetamol (Mardjono, 2009)
Indikasi : Sakit kepala, demam, nyeri otot & sakit gigi, Untuk
pengobatan jangka pendek, nyeri sedang (terutama sesudah operasi) dan demam .
Kontraindikasi : Insufisiensi
hepatoselular berat
Farmakokinetik : Parasetamol
cepat diabsorbsi dari saluran pencernaan, dengan kadar serum puncak dicapai
dalam 30-60 menit. Waktu paruh kira-kira 2 jam. Metabolisme di hati, sekitar 3
% diekskresi dalam bentuk tidak berubah melalui urin dan 80-90 % dikonjugasi
dengan asam glukoronik atau asam sulfurik kemudian diekskresi melalui urin
dalam satu hari pertama; sebagian dihidroksilasi menjadi N asetil benzokuinon
yang sangat reaktif dan berpotensi menjadi metabolit berbahaya. Pada dosis
normal bereaksi dengan gugus sulfhidril dari glutation menjadi substansi
nontoksik. Pada dosis besar akan berikatan dengan sulfhidril dari protein hati
(Darsono, 2002)
Farmakodinamik : Efek
analgesik Parasetamol dan Fenasetin serupa dengan Salisilat yaitu menghilangkan
atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh
dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat.
Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu Parasetamol dan Fenasetin
tidak digunakan sebagai antireumatik. Parasetamol merupakan penghambat
biosintesis prostaglandin (PG) yang lemah. Efek iritasi, erosi dan perdarahan
lambung tidak terlihat pada kedua obat ini, demikian juga gangguan pernapasan
dan keseimbangan asam basa.
Efek samping : Reaksi
hematologi, reaksi kulit & reaksi alergi lainnya.
Interaksi obat : Alkohol,
antikoagulan oral,kloramfenikol, aspirin, fenobarbital, obat yang bersifat
hepatotoksik, penginduksi enzim hati.
BAB III
METODE
KERJA
A.
Alat Yang Digunakan
Adapun
alat-alat yang digunakan yaitu botol coklat, label, dan spektrofotometer.
B.
Bahan Yang Digunakan
Adapun
bahanyang digunakan yaitu air mineral (aqua), aluminium foil, paracetamol, dan
tissue.
C.
Cara
Kerja
1.
Diukur kadar urin normal
2.
Diberikan air mineral untuk
diminum
3.
Diberikan obat paracetamol
4.
Diambil urin pada selang
waktu setiap 30, 60, dan 90.
5.
Diukur absorbansi pada
spektrofotometer
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Data
T (menit)
|
Du (mg)
|
Du Kumulatif
|
Du - Du
kumulatif
|
Log Du – Du kumulatif
|
0,5
|
230
|
230
|
1309
|
3,116
|
1
|
180
|
410
|
1129
|
3,052
|
2
|
270
|
680
|
859
|
2,933
|
5
|
340
|
1020
|
519
|
2,715
|
7
|
210
|
1230
|
309
|
2,489
|
10
|
142
|
1372
|
167
|
2,222
|
14
|
98
|
1470
|
69
|
1,838
|
18
|
69
|
1539
|
0
|
-
|
Menentukan
nilai a, b, dan r. (hasil regresi (t vs log Du - Du kumulatif)).
a = 3,149
b = - 0,093
r = - 9,999
- menentukan parameter urin
(k, t1/2, dan cl) :
1. K
= -b × 2,3
=
- (-0,093 × 2,3)
=
0,213 menit-1
2. t1/2 =
=
3,253 menit
3. cl =
=
= 0,00015114 mg
= 1,5114 × 10-4 mg
Jadi,
sebanyak 1,5114 × 10-4 mg tubuh mampu mengeliminasi hasil
metabolisme melalui urin.
B. Pembahasan
Sistem ekskresi
adalah sistem yang berperan dalam proses pembuangan zat yang sudah tidak
diperlukan atau zat yang membahayakan tubuh, dalam bentuk larutan seperti urin.
Data ekskresi obat lewat urin dapat dipakai untuk memperkirakan produk obat.
Tiap cuplikan ditetapkan kadar obat bebas dengan cara spesifik. Kemudian dibuat
grafik yang menghubungkan kumulatif obat yang diekskresi terhadap jarak waktu
pengumpulan.
Tujuan dilakukannya
praktikum ini yaitu untuk menentukan parameter farmakokinetik obat paracetamol
setelah pemberian dosis tunggal menggunakan data ekskresi obat lewat
urine.
Dalam parameter
farmakokinetik urin untuk obat yang diberikan secara oral akan ditentukan nilai
K, t½ dan klirens. Dimana K adalah
tetapan laju eliminasi yang merupakan kecepatan eliminasi obat setelah masuk ke
dalam system sirkulasi, t ½ adalah waktu paruh yaitu waktu yang
diperlukan agar jumlah obat dalam tubuh melarut setengah dari dosis dan klirens
(Cl).
Pada percobaan ini
dilakukan dengan menggunakan probandus yang diambil urin awal/banko (t=0),
setelah itu diberikan obat parasetamol. Kemudian urin tersebut ditampung dalam
botol coklat pada menit 0, 30, 60 dan 90, lalu dicatat volumenya. Setelah itu
urin tersebut disentrifuge dan diukur dengan alat spektrofotometer dan diambil
data, lau dihitung parameter-parameternya.
Adapun prinsip kerja dari alat spektrofotometer yaitu adanya iinteraksi dari sampel dengan radiasi elektromagnetik
sehingga sampel mengalami eksitasi ketingkat yang lebih tinggi dan pada keadaan
ini adalah titik stabil dan akan kembali ketingkat normal dengan memancarkan
energi-energi ini terukur pada alat spektrofotometer. Mekanisme sentrifuge
yaitu pemisahan supernatan dengan menghomogenkan campuran dan didapatkan hasil
yang jernih sehingga didapatkan supernatan.
Parameter farmakokinetik
yang diperoleh pada obat yang diberikan secara oral adalah untuk tetapan laju
eliminasi (K) diperoleh 0,213 menit-1 yang merupakan nilai yang menunjukkan laju penurunan kadar obat setelah
proses kinetik
mencapai keseimbangan, dimana eliminasi obat akan meningkat kecepatannya dengan
meningkatnya konsentrasi obat,dengan kata lain makin tinggi kadar obat dalam
darah makin banyak obat yang dieliminasikan. Selanjutnya waktu paruh (t ½ ) = 3,253
menit yaitu waktu yang
diperlukan agar kadar obat dalam sirkulasi sistemik berkurang menjadi
setengahnya, dimana efek obat akan lebih panjang bila mempunyai waktu paruh
yang pendek. Jadi, sebanyak 1,5114 × 10-4 mg
tubuh mampu mengeliminasi hasil metabolisme melalui urin.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil
perhitungan dari data obat yang diberikan secara oral, diperoleh parameter
farmakokinetik urin sebagai berikut :
1.
Tetapan
laju eliminasi (K) = 0,213 menit-1
2.
Waktu
paruh (t ½) = 3,253 menit
3.
Klirens
(Cl) = 1,5114 × 10-4 mg
Jadi, sebanyak 1,5114 × 10-4 mg
tubuh mampu mengeliminasi hasil metabolisme melalui urin.
B.
Saran
Sebaiknya
asisten lebih rajin lagi periksa laporan.
DAFTAR
PUSTAKA
Budiyanto.
2013. Proses Pembentukan Urin Pada
Ginjal. Tersedia di: http://budisma.web.id/materi/sma/biologi-kelas-xi/proses-pembentukan-urine-pada-ginjal.
Corwin,
J.E. 2000. Buku Saku Patofisiologi .
penerbit buku kedokteran .EGC. Jakarta.
POM,
1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.
Depkes RI . Jakarta.
Ganiswarna, 2007. “ farmakologi dan terapi edisi 5”.
FK.Universitas indonesia. Jakarta. hal 11,787,788.
Jan
Koolman, Klaus-Heinrich Rohm, 2001, Atlas
Berwarna & Teks Biokimia, Alih bahasa ; dr. Septilia Inawati Wanandi, Hipokrates, Jakarta.
Mutschler ,ernest.
1991. “ Dinamika Obat “ edisi kelima ..penerbit ITB. Bandung .hal 553,554,557.
Setiadi.
2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia Edisi Pertama. Penerbit : Graha ilmu.
Yogyakarta.
Shargel,L
B,C.YU,.2012. Biofarmasetika dan
farmakokinetika terapan edisi
kelima. Airlangga University Press. Surabaya.
Shargel,L
B,C.YU,.2005. “ Biofarmasetika dan farmakokinetika terapan “ edisi kedua.
Airlangga University Press. Surabaya. Hal 53,57,177-184,201-205,207,209.
Tjay,
T.H., dan Rahardja, K.. 2002. Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan
Efek-efek Sampingnya. Edisi Kelima.
Lampiran
Skema
kerja
Siapkan
alat dan bahan
Disiapkan
probandus
Diambil
urin awal/blanko (t=0)
Diberikan
obat parasetamol
Ditampung
urin pada menit ke 0, 30, 60, dan 90
Dicatat
volumenya
Kemudian
urin disentrifuge
Diukur
dengan spektrofotometer
Diambil
data
Dihitung
parameter-parameter (K, t½, dan Cl)
maaf...
BalasHapusbisa minta ebook ato apalah tentang dasar teori yang dikutip?