BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Analisis
fitokimia merupakan bagian dari ilmu farmakognosi yang mempelajari metode atau
cara analisis kandungan kimia yang terdapat dalam tumbuhan atau hewan secara
keseluruhan atau bagian-bagiannya, termasuk cara isolasi atau pemisahannya.
Keanekaragaman
tanaman yang dihasilkan didaerah tropis seperti diindonesia ini, tentunya ada
beberapa tanaman yang dapat dijadikan sebagai tanaman obat. Baik yang langsung
dapat dinikmati ataupun harus mengalami proses pengolahan.
Dalam
perkembangan selanjutnya metode KLT tidak hanya digunakan untuk
mengidentifikasi noda akan tetapi juga untuk mengisolasi ekstrak, metode ini
kemudian dikenal sebagai KLT preparatif.
Kromatografi Lapis
Tipis Preparatif (KLTP) merupakan metode isolasi yang sudah lama popular karena
digunakan secara universal oleh mahasiswa dan peneliti khususnya bahan alam.
Popularitas metode ini berkurang setelah muncul metode high-pressure liquid chromatography (HPLC) dan counter current chromatography (CCC).
KLT Preparatif dapat digunkaan untuk memisahkan bahan
dalam jumlah gram, namun sebagian besar pemakaian hanya dalam jumlah milligram.
Seperti halnya KLT secara umum, KLT Preparatif juga melibatkan fase diam dan
fase gerak. Dimana fase diamnya adalah sebuah plat dengan ukuran ketebalan
bervariasi.
Kromatografi Lapis Tipis Preparatif merupakan proses
isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap dan daya partisi serta
kelarutan dari komponen-komponen kimia yang akan bergerak mengikuti kepolaran
eluen oleh karena daya serap adsorben terhadap komponen kimia tidak sama, maka
komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal inilah yang
menyebabkan pemisahan.
Pemisahan komponen kimia dengan metode
kromatografi lapis tipis preparative pada dasarnya sama dengan kromatografi
lapis tipis biasa, naman perbedaan yang nyata ialah pada KLT preparative
menggunakan lempeng yang berukuran besar (ukuran 20 x 20 cm dan 20 x 40 cm)
dengan ketebalan 0,5 – 2 mm.
B. Maksud dan Tujuan Praktikum
1.
Makasud
Praktikum
Adapun maksud dari praktikum ini adalah untuk mengetahui
dan memahami cara mengidentifikasi komponen kimia menggunakan metode
kromatografi lapis tipis preparatif
pada ekstrak rimpang lengkuas (Alpinia galanga
L. Wild)
2.
Tujuan
praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk melakukan
identifikasi komponen kimia dari ekstrak rimpang lengkuas (Alpinia galanga L. Wild) dengan metode Kromatografi Lapis Tipis
Preparatif.
C. Manfaat praktikum
Adapun manfaat dari praktikum ini yaitu kita
dapat mengetahui bagaimana cara memisahkan atau mengisolasi dan
mengidentifikasi senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam fraksi
rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.Wild) menggunakan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP).
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Uraian Tanaman
1.
Klasifikasi ( Itis.gov)
Regnum : Plantae
Sub regnum
: Viridiplantae
Infra regnum
: Streptophyta
Divisi : Tracheophyta
Sub divisi : Spermatophytina
Super divisi :
Embryophyta
Kelas : Magnoliopsida
Super ordo :
Lilianae
Ordo : Zingiberales
Family : Zingiberaceae
Genus : Alpinia
Spesies : Alpinia
galanga L. Wild
2.
Nama
(Dalimartha, 2009)
Sumatera : Langkueueh (Aceh), lengkuas (Gayo), kelawas,
halawas (Batak), lakuwe (Nias), lengkuas (Melayu), langkuweh (Minang), lawas
(Lampung), .
Jawa : Laja (Sunda), laos (Jawa).
Maluku : Lawase, lawasr, (Seram), kourola (Amahai),
laawasi,
lawasi (Alfuru), galiasa (Halmahera,
Ternate), lauwasel (Saparua), logoase (Buru).
Kalimantan
: Lengkuwas (Banjar).
Sulawesi
: Laja, langkuwasa (Makassar), aliku (Bugis), lingkuwas (Menado), likui (Gorontalo)
3. Uraian tumbuhan (Dalimartha, 2009)
Rimpang
lengkuas merah berukuran besar dan tebal, berdaging, berbentuk, silindris,
diameter sekitar 2-4 cm dan bercabang-caban. Bagian luar berwarna coklat agak
kemerahan atau kuning kehijauan pucat, mempunyai sisik-sisik berwarna putih
atau kemerahan, keras mengkilap, sedangkan bagian dalamnya berwarna putih.
Daging rimpang yang sudah tua berserat kasar. Apabila di keringkan, rimpang
berubah agak kehijauan dan seratnya menjadi keras dan liat.
Lengkuas
merupakan tumbuhan terna perennial, tumbuh tegak tinggi 1-2 m, berbatang semu
dari pelepah daun yang menyatu berwarna hijau keputihan. Batang muda keluar
sebagai tunas dari pangkal batang tua. Daun tunggal, bertangkai pendek, bentuk
daun lanset memanjang, ujung runcing dan pangkal tumpul, tepi rata, pertulangan
menyirip, panjang 25-50 cm, dan lebar 7-15 cm. pelepah 15-30 cm, beralur dan
berwarna hijau. Perbuangan majemuk dalam tandan yang bertangkai panjang, tegak,
dan bunga berkumpul di ujung tangkai. Jumlah bunga dibagian bawah lebih banyak
dari pada bagian atas sehingga tandan berbentuk piramida memanjang. Kelopak
bunga berbentuk lonceng, berwarna putih kehijauan. Mahkota bunga yang masih
kuncup pada bagian ujung berwarna putih dan bagian bawah berwarna hijau. Buah
bentuk buni,, bulat, keras, hijau saat muda dan hitam kecoklatan setelah tua.
Rimpang merayap, berdaging, kulit mengkilap dan beraroma khas.
Lengkuas
sering digunakan sebagai rempah untuk penyedap dan pengawet masakan serta rasa
pedas dan panas. Ada dua kultivar yang ditanam maupun tumbuh liar, yaitu
lengkuas merah dan lengkuas putih. Lengkuas putih memiliki bagian tanaman yang
lebih besar daripada varietas lain. Rimpang lengkuas merah berwarna dengan
bentuk dan rumpung lebih kecil daripada lengkuas putih. Lengkuas putih biasa
dipakai sebagai penyedap masakan, sedang lengkuas merah, walaupun lebih harum
sebagai penyedap masakan, umumnya digunakan sebagai obat. Batang yang sangat
muda dan tunas bunga dapat dimakan sebagai sayuran. Alpinia oil yang
berasal dari rimpang Alpinia galanga berupa minyak berwarna kuning
dengan bau rempah-rempah. Perbanyakan dengan biji, potongan rimpang yang telah
bertunas, atau pemisahan rimpang anakannya.
4.
Ekologi
dan Persebaran (Dalimartha, 2009)
Lengkuas
tumbuh di seluruh Indonesia. Di Jawa tumbuh liar di hutan dan semak-belukar
atau di tanam dipekarangan. Tanaman ini sekarang dibudidayakan. Lengkuas dapat
tumbuh di tempat terbuka atau sedikit terlindung, dari dataran rendah sampai
ketinggian 1200 m dpl.
5.
Bagian
yang Digunakan (Dalimartha, 2009)
Rimpang
dan buah, segar atau yang telah dikeringkan.
6.
Kegunaan
(Dalimartha, 2009)
Rimpang
lengkuas digunakan untuk pengobatan seperti haid tidak lancar, pegal linu,
masuk angin, diare kronik, tidak nafsu makan, demam, kejang panas,
menghilangkan bau mulut dan bau badan, sariawan berat, menghilangkan sakit
seperti sakit telinga, sakit tenggorok, batuk, menghilangjan dahak pada
bronchitis, radang paru, paru-paru bernanah dan disfungsi ereksi.
7.
Khasiat
dan Pemanfaatan (Dalimartha, 2009)
Rasa pedas, bersifat hangat.
Menetralkan racun, menurunkan panas, menghilangkan nyeri (analgesik),
meluruhkan kentut (karminatif), meluruhkan kencing, anti jamur (antifungi),
penyegar (stimulan), memperkuat lambung, meningkatkan nafsu makan (stomakik)
dan afrodisiak.
8.
Kandungan
Kimia (Dalimartha, 2009)
Rimpang mengandung minyak atsiri
sekitar 1% (mengandung cineole, methyl cinnamate, eucalyptol, eugenol, pinene,
candinene), flavanoids (galangin kaemferide, alpinin), dan acrid resin
galangol. Juga mengandung camphor, seskuiterpen, hydrates hexahydrocadalene,
dan Kristal kuning.
Minyak atsiri yang mudah menguap ini
dapat meransang kulit dan mukosa. Jika diminum, berkhasiat menolak angin dan
menahan gerakan usus kecil, di samping mempunyai efek antiseptik ringan. Jika
disemprotkan pada lalat akan mati.
9.
Kunci
Determinasi (Steenis, 2006)
Adapun kunci determinasi lengkuas
yaitu :
1b…2b…3b…4b…6b…7b…9b…10b…12a…84b…88b…89b…91a…109b…119b…120b…128b…129b…135b…136b…139b…140b…142b…143b…146b…154b…155b…156b…162b…163b…167a…168b…
B.
Uraian
Kromatografi Lapis Tipis Preparatif
Istilah kromatografi mula-mula ditemukan oleh Michael Tswett
(1908), seorang ahli botani Rusia. Nama kromatografi diambil dari bahasa Yunani
(chromato = penulisan dan grafe = warna).
Kromatografi berarti penulisan dengan warna. Kromatografi adalah cara pemisahan
campuran yang didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen campuran
tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam (stationary) dan fasa
bergerak (mobile). Fasa diam dapat berupa zat padat atau zat cair,
sedangkan fasa bergerak dapat berupa zat cair atau gas (Kennedy, 1990).
Kromatografi
merupakan salah satu metode pemisahan komponen-komponen campuran dimana
cuplikan berkesetimbangan di antara dua fasa, fasa gerak yang membawa cuplikan
dan fasa diam yang menahan cuplikan secara selektif. Bila fasa gerak berupa
gas, disebut kromatografi gas, dan sebaliknya kalau fasa gerak berupa zat cair,
disebut kromatografi cair (Hendayana, 1994).
Kromatografi
ialah cara pemisahan berdasarkan perbedaan kecepatan zat-zat terlarut yang
bergerak bersama-sama dengan pelarutnya pada permukaan suatu benda penyerap.
Cara ini umum dilakukan pada pemisahan zat-zat berwarna (bahasa Yunani: chromos
= warna) (Kennedy, 1990).
Dalam teknik kromatografi, sampel yang
merupakan campuran dari berbagai macam komponen ditempatkan dalam situasi
dinamis dalam sistem yang terdiri dari fase diam dan fase bergerak. Semua
pemisahan pada kromatografi tergantung pada gerakan relatif dari masing-masing
komponen diantara kedua fase tersebut. Senyawa atau komponen yang tertahan
(terhambat) lebih lemah oleh fase diam akan bergerak lebih cepat daripada
komponen yang tertahan lebih kuat. Perbedaan gerakan (mobilitas) antara
komponen yang satu dengan lainnya disebabkan oleh perbedaan dalam adsorbs,
partisi, kelarutan atau penguapan diantara kedua fase. Jika perbedaan-perbedaan
ini cukup besar, maka akan terjadi pemisahan secara sempurna. Oleh karena itu
dalam kromatografi, pemilihan terhadap fase bergerak maupun fase diam perlu
dilakukan sedemikian rupa sehingga semua komponen bisa bergerak dengan
kecepatan yang berbeda-beda agar dapat terjadi proses pemisahan (Ibnu, 2005).
Meski banyak terdapat
metode seperti yang telah disebutkan di atas, terdapat metode lain yang
pembiayaannya paling murah dan memakai peralatan paling dasar yaitu Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP).
adsorben yang paling banyak digunakan yaitu silika gel yang dipakai untuk
pemisahan campuran lipofil maupun senyawa hidrofil. ketebalan adsorben yang
paling sering digunakan ialah 0,5–2 mm. pembatasan ketebalan lapisan dan ukuran
plat sudah tentu mengurangi jumlah bahan yang dapat dipisahkan dengan KLTP.
Ukuran partikel dan porinya kurang lebih sama dengan ukuran tingkat mutu
KLT (Heftmann, 2003).
Pada kromatografi
lapis tipis preparatif, cuplikan yang akan dipisahkan ditotolkan berupa garis
pada salah satu sisi pelat lapisan besar dan dikembangkan secara tegak lurus
pada garis cuplikan sehingga campuran akan terpisah menjadi beberapa pita. Pita
ditampakkan dengan cara yang tidak merusak jika senyawa itu tanwarna, dan
penyerap yang mengandung senyawa pita dikerok dari pelat kaca. Kemudian
cuplikan dielusi dari penyerap dengan pelarut polar. Cara ini berguna untuk
memisahkan campuran reaksi sehingga diperoleh senyawa murni untuk telaah
pendahuluan, untuk menyiapkan cuplikan analisis, untuk meneliti bahan alam yang
lazimnya berjumlah kecil dan campurannya rumit dan untuk memperoleh cuplikan
yang murni untuk mengkalibrasi kromatografi lapis tipis kuantitatif (Nasution,
2010).
Proses isolasi
kromatografi lapis tipis preparatif terjadi berdasarkan perbedaan daya serap
dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang akan
bergerak mengikuti kepolaran eluen, oleh karena daya serap adsorben terhadap
komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda
sehingga hal inilah yang menyebabkan pemisahan (Munson, 2010).
Adsorben yang paling
banyak digunakan dalam kromatografi lapis tipis adalah silika gel dan aluminium
oksida. Silika gel umumnya mengandung zat tambahan Kalsium sulfat untuk
mempertinggi daya lekatnya. Zat ini digunakan sebagai adsorben universal untuk
kromatografi senyawa netral, asam dan basa. Aluminum iksida mempunyai kemampuan
koordinasi dan oleh karena itu sesuai untuk pemisahan senyawa yang mengandung
gugus fungsi yang berbeda. Aluminium okida mengandung ion alkali dan dengan
demikianbereaksi sebagai basa dalam suspensi air. Disamping kedua adsorben yang
sangat aktif ini dalam hal tertentu dapat digunakan “kieselgur” yang kurang
aktif sebagai lapis sorpsi (Munson, 2010).
Pengembangan plat
KLTP biasanya dilakukan dalam bejana kaca yang dapat menampung beberapa plat.
Koefisien pemisahan dapat ditingkatkan dengan cara pengembangan berulang. Harus
diperhatikan bahwa semakin lama senyawa berkontak dengan penyerap maka semakin
besar kemungkinan penguraian (Nasution, 2010).
Ekstraksi adalah
penyarian zat-zat berkhasiat atau zat aktif dari bagian tanaman, hewan dan
beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Proses ekstraksi dalam tanaman (zat
aktif) yaitu pelarut organik menembus membran atas dinding sel dan masuk ke
dalam inti atau rongga sel kemudian larut dengan zat aktif dan berdifusi dan
memiliki konsentrasi di luar dan di dalam sel (Harborne, 2000).
Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen
kimia yang terdapat dalam simplisia dengan menggunakan pelarut organik
tertentu. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke
dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka,
kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. Prosesnya adalah sebagai berikut :
pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung zat aktif, zat aktif akan terelarut sehingga terjadi perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan pelarut organik di luar
sel. Maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel, dan proses ini berulang
terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi zat aktif di dalam dan
diluar sel (Sudjadi, 1986).
BAB
III
Prosedur
Kerja
A.
Alat
dan Bahan
1. Alat
Adapun
alat yang digunakan dalam praktikum, yaitu botol eluen, cawan porselin, chamber KLTP, gelas ukur, gunting, hairdryer, lampu UV 254
dan UV 366 , lempeng KLTP, mistar, pinset, pipa kapiler,
pensil 2B, pipet, sendok besi, dan vial.
2. Bahan
Adapun
bahan yang digunakan dalam praktikum, yaitu aquadest, aluminium foil,
ekstrak kental rimpang
lengkuas (Alpinia
galanga L. Wild), kloroform, label, methanol dan tissue.
B. Cara Kerja
1.
Skrining
Kromatografi Lapis tipis
Disiapkan alat-alat yang
akan digunakan diambil fraksi dari percobaan kromatografi kolom konvensional
dan kromatografi cair vakum kemudian di totolkan ke lempeng KLT biasa yang
berukuran 7x1 kemudian dielusi dengan eluen kloroform : methanol : air
perbandingan 8 : 1 : 1 kemudian dilihat dibawah UV254 dan UV366
kemudian di seprot dengan DPPH. Setelah itu dilihat warna yang baik
kemudian dilanjutkan ke kromatografi lapis tipis preparatife.
2.
Kromatografi
Lapis Tipis Preparatif
Disiapkan Alat dan bahan. Dipilih
fraksi yang aktif (yang terbaik). Ditotolkan dengan pipa kapiler fraksi yang
aktif pada lempeng KLTP 20 x 20 secara garis lurus. Dielusi didalam chamber
KLTP dengan eluen n-heksan:etil asetat 6:4. Diamatidibawah sinar UV 254 dan 366 nm. Disemprotkan dengan DPPH. Dikeruk noda atau pita yang aktif
dari silika gel. Ditampung di dalam vial.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Praktikum
No
|
Isolate
|
Eluen
|
Nilai
Rf
|
Warna
bercak
|
|
UV
254
|
UV
366
|
||||
1
|
KKK
|
Kloroform : Metanol :
Air
8 : 1
: 1
|
0,94118
|
Hijau
|
Ungu
|
2
|
KCV
|
Kloroform : Metanol :
Air
8 : 1
: 1
|
0,76471
|
Hijau
|
Ungu
|
B. Pembahasan
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan
perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada
kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua fase yaitu fase
diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak
akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase
diam akan tertinggal, sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan
bergerak lebih cepat.
Adsorpsi dan partisi berdasarkan pada jumlah dan cara
penotolan cuplikan yang berkesinambungan yang memberikan hasil elusi berupa
pita.
Pemisahan suatu senyawa dari senyawa lain dalam suatu
ekstrak, dimana senyawa-senyawa itu akan terpartisi sesuai tingkat
kepolarannya, Diana fase diam yang digunakan adalah bubuk silika kasar yang
dimampatkan pada kolom yang terlebih dahulu di masukkan kapas untuk mencegah
silikanya turun, dan digunakan kertas saring agar proses partisi dapat berjalan
baik dan lebih selektif Karen lewat pori-pori penggunaan perbandingan eluen
tertentu berguna untuk mempartisi ekstrak dan digunakan dari yang paling non
polar lalu paling polar agar proses pemisahan lebih baik dan di bantu dengan
bantuan gaya gravitasi.
Adapun maksud dari praktikum ini adalah untuk mengetahui
cara dan identifikasi senyawa aktiif dari fraksi Lamtoro (Leucaena leucocephala Lmenggunakan kromatografi lapis tipis
preparative. Sedangkan tujuan dari praktikum ini adalah untuk melakukan
pemisahan senyawa aktif dari fraksi Lamtoro (Leucaena
leucocephala Lmenggunakan kromatografi lapis tipis preparative.
Cara
kerja dari praktikum ini yaitu, Disiapkan alat dan bahan yang akan di gunakan
kemudian dimasukkan lempeng yang telah
di totol dalam chamber yang berisi eluen. Diamati eluen yang naik sampai
batas tanda, kemudian diamati pada lampu UV 254 nm dan 366 nm kemudian disemprot dengan DPPH.
Pada praktikum KLTP digunakan 2 hasil jenis
fraksi yaitu fraksi dari hasil KKK dan KCV. Dimana fraksi KKK yang diambil itu
fraksi berwarna Hijau sedangkan pada KCV fraksi yang diambil yaitu yang
berwarna kuning. Tujuannya untuk membandingkan fraksi yang mana paling Nampak
noda untuk dikerok. Dimana hasil yang diperoleh yaitu fraksi dari KCV yang
paling baik atau paling bagus, karena bercak pita yang terbentuk terbentuknya
beberapa pita pada lempeng KLTP dimana pita yang akankeruk pada lempeng adalah pita yang memiliki warna yang lebih kuning berlatar ungu yang dapat disebut sebagai fraksi aktif,.
Pada praktikum yang
dilakukan di dapatkan nilai Rf pada fraksi 1 yaitu 0,94118
cm dan nilai Rf untuk fraksi 2 yaitu 0,76471 cm.
BAB
V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan,
dapat disimpulkan kromatografi lapis
tipis preparatif diperoleh hasil nilai
Rf pada fraksi 1 yaitu 0,94118 cm dan nilai Rf untuk fraksi 2
yaitu 0,76471 cm.
B. Saran
Sebaiknya
praktikan lebih aktif dan lebih disiplin dalam melakukan praktikum dan
sebaiknya alat-alat laboratorium agar lebih dilengkapi lagi agar proses
praktikum dapat berjalan lancar.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim, 2014, ”Penuntun dan Buku Kerja Praktikum
Fitokimia 2”, FakultasFarmasi, Universitas Muslim Indonesia, Makassar.
Dalimartha.,
Setiawan. 2009. Atlas Tumbuhan Obat
Indonesia Jilid 6. Jakarta: Pustaka Bunda.
Harborne, J.B. 1987. Metode
Fitokimia :Penuntun cara modern menganalisa tumbuhan. PALMedia
creative pro: Bandung.
Heftmann, E. 2003. Steroids
Dalam Kromatografi, Fundamentals and Aplication, Amsterdam.
Hendayana, Sumar.1994.”Kimia
Analitik Instrumentasi IKIP Semarang Press: Semarang.
Ibnu,
dkk. 2005, "Flora untuk Sekolah di Indonesia”, PT. PradnyaParamita, Jakarta.
Kennedy,
John.1990.”Analytical Chemistry Principles”. Sounders College Publishing:New
York.
Munson, 2010. "Plant Resources of South East Asia,Edible Fruits and Nuts" ,
Prosea Foundation, Bogor.
Nasution, 2010."Pharmacochemical
Investigation on Raw Materialsof Passiflora Edulis Forma Flavicarpa" :Planta
Med.
Sudjadi, Drs., 1986, “Metode Pemisahan”, UGM Press,
Yogyakarta.
Steenis,
van. C.G.G.J. 2006. Flora. PT.
Pradnya Paramita, Jakarta.
www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TNS&search_value=506513/20-04-2015
LAMPIRAN
A. Skema kerja
a.
Skrining
Kromatografi Lapis Tipis
Disiapkan Fraksi 1 dan 2
Setiap fraksi di totolkan pada lempeng KLT
Dielusi
dengan pelarut yang sesuai
Dilhat dibawah UV254
dan UV366
Disemprot dengan DPPH
Dilihat
warna yang baik
b.
Kromatografi
Lapis Tipis Preparatif
Disiapkan Fraksi 1 dan 2
yang diperoleh dari skrining
Setiap fraksi di totolkan pada lempeng KLT kaca
Dielusi
dengan pelarut yang sesuai
Dilhat dibawah UV254
dan UV366
Disemprot dengan DPPH
Dilihat warna yang
baik
Dikeruk isolat dan dimasukkan kedalam vial
B.
Perhitungan nilai Rf
1.
Fraksi 1
Rf
= =
0,94118 cm
2. Fraksi
2
Rf
= =
0,76471 cm
ka, boleh minta dalam bentuk file? mohon bantu ka.
BalasHapuskalo bisa kirim file ke email saya ipongertyk94@gmal.com
terimakasih