BAB
I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Di dalam darah, serum (bahasa
Inggris: blood
serum) adalah komponen yang bukan berupa sel darah, juga bukan faktor koagulasi; serum adalah plasma darah tanpa fibrinogen, (bahasa Latin: serum) berarti bagian tetap cair dari susu yang
membeku pada proses pembuatan keju.
Penyakit hati adalah
penurunan kadar albumin dan kenaikan kadar globulin. Kadar albumin serum secara
teratur menurun apabila penyakit hati berlangsung lebih dari 3 minggu.
Dua transaminase yang sering
digunakan dalam menilai penyakit hati adalah serum glutamic oxaloacetic
transaminase (SGOT) dan serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT).
Serum transaminase adalah indikator yang peka pada kerusakan sel hati.6–8 Nilai
hasil pemeriksaan aktivitas SGOT dibagi aktivitas SGPT dalam sampel serum
disebut rasio de Ritis.
SGOT (Serum Glutamat Oxaloacetat Transterase)/AST
(Aspartat aminotrasterase) adalah sebuah enzim yang biasanya terdapat dalam jantung
dan sel-sel hati. Yang mana ketika SGOT dilepaskan ke dalam darah maka dapat
disimpulkan bahwa hati atau jantung mengalami kerusakan. Tingkat darah SGOT ini
adalah demikian tinggi dengan kerusakan hati (misalnya,dari hepatitis virus)
atau dengan serangan terhadap jantung (misalnya, dari serangan jantung).
SGPT (Serum Glutamat Piruvat
Transferase), SGPT/ALT (alanin aminotransferase) adalah enzim yang banyak ditemukan
pada sel hati. SGPT efektif untuk mendiagnosis destruksi hepatoseluler. Yang
mana ketika enzim ini terdapat dalam darah dalam jumlah yang tidak sesuai maka
hati mengalami kerusakan. Enzim ini dalam jumlah yang kecil dijumpai pada otot
jantung, ginjal dan otot rangka
Pada praktikum ini kita akan
menentukan kadar SGOT dan SGPT dalam darah. yang mana setelah diketahui
dstanya, kita akan menginterpretasikan kemudian penyimpulkan apakah kadar SGOT
dan SGPT dalam darah dalam keadaan normal atau abnormal.
I.2 Maksud Praktikum
Adapun maksud dilakukannya
percobaan kali ini adalah untuk
menganalisa kadar SGOT (Serum Glutamat Oxaloacetat Transferase) dan SGPT
(Serum Glutamat Piruvat Transferase)
dalam darah.
I.3 Tujuan praktikum
Adapun tujuan dilakukannya
percobaan kali ini adalah untuk menentukan
kadar SGOT (Serum Glutamat Oxaloacetat Transferase) dan SGPT (Serum
Glutamat Piruvat Transferase) dalam
darah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Deskripsi
Data Klinis
SGOT-SGPT
merupakan dua enzim transaminase yang dihasilkan terutama oleh sel-sel hati.
Bila sel-sel liver rusak, misalnya pada kasus hepatitis atau sirosis, biasanya
kadar kedua enzim ini meningkat. Makanya, lewat hasil tes laboratorium,
keduanya dianggap memberi gambaran adanya gangguan pada hati (Ronald, 2004).
SGOT singkatan dari Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase, sebuah enzim yang secara
normal berada disel hati dan organ lain. SGOT dikeluarkan kedalam darah ketika
hati rusak. Level SDOT darah kemudian dihubungkan dengan kerusakan sel hati,
seperti serangan virus hepatitis. SGOT juga disebut aspartate aminotransferase (AST) (Poedjiadi, 1994).
Aspartate
transaminase (AST) atau serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT) adalah enzim yang biasanya terdapat dalam jaringan tubuh,
terutama dalam jantung dan hati; enzim itu dilepaskan ke dalam serum sebagai
akibat dari cedera jaringan, oleh karena itu konsentrasi dalam serum (SGOT)
dapat meningkat pada penyakit infark miokard atau kerusakan aku pada sel-sel
hati (Dorland, 1998).
SGPT adalah singkatan dari Serum Glutamik Piruvat Transaminase ,
SGPT atau juga dinamakan ALT (Alanin
Aminotransferase) merupakan enzim yang banyak ditemukan pada sel hati serta
efektif untuk mendiagnosis destruksi hepatoselular. Enzim ini dalam jumlah yang
kecil dijumpai pada otot jantung, ginjal dan otot rangka. Pada umumnya nilai
tes SGPT/ALT lebih tinggi daripada SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut,
sedangkan pada proses kronis didapat sebaliknya ( joyce, 2007).
Enzim-enzim AST, ALT &
GLDH akan meningkat bila terjadi kerusakan sel hati. Biasanya peningkatan ALT
lebih tinggi dari pada AST pada kerusakan hati yang akut, mengingat ALT
merupakan enzim yang hanya terdapat dalam sitoplasma sel hati (unilokuler).
Sebaliknya AST yang terdapat baik dalam sitoplasma maupun mitochondria
(bilokuler) akan meningkat lebih tinggi daripada ALT pada kerusakan hati yang
lebih dalam dari sitoplasma sel. Keadaan ini ditemukan pada kerusakan sel hati
yang menahun.2,5,7 Adanya perbedaan peningkatan enzim AST dan ALT pada penyakit
hati ini mendorong para peneliti untuk menyelidiki ratio AST & ALT ini. De
Ritis et al mendapatkan ratio AST/ALT = 0,7 sebagai batas penyakit hati akut
dan kronis. Ratio lni yang terkenal dengan nama ratio De Ritis memberikan hasil
< 0,7 pada penyakit hati akut dan > 0,7 pada penyakit hati kronis. Batas
0,7 ini dipakai apabila pemeriksaan enzim-enzim tersebut dilakukan secara optimized,
sedangkan apabila pemeriksaan dilakukan dengan cara kolorimetrik batas ini
adalah 1.7 Istilah "optimized" yang dipakai perkumpulan ahli kimia di
Jerman ini mengandung arti bahwa cara pemeriksaan ini telah distandardisasi
secara optimum baik substrat, koenzim maupun lingkungannya. (Suryadi dan
Marzuki, 1983).
ALT/SGPT suatu enzim yang ditemukan
terutama pada sel-sel hepar, efektif dalam mendiagnosa kerusakan hepatoseluler.
Kadar ALT serum dapat lebih tinggi sebelum ikretik terjadi. Pada ikretik dan
ALT serum>300 unit, penyebab yang paling mungkin karena gangguan hepar dan
tidak gangguan hemolitik (Joyce, 2007).
ALT
adalah tes yang lebih spesifik untuk kerusakan hati disbanding ASAT. ALT
adalah enzim yang dibuat dalam sel hati (hepatosit), jadi lebih spesifik untuk
penyakit hati dibandingkan dengan enzim lain. Biasanya peningkatan ALT terjadi
bila ada kerusakan pada selaput sel hati. Setiap jenis peradangan hati dapat
menyebabkan peningkatan pada ALT. Peradangan pada hati dapat disebabkan oleh
hepatitis virus, beberapa obat, penggunaan alkohol, dan penyakit pada saluran
cairan empedu. AST adalah enzim mitokondria yang juga ditemukan dalam
jantung, ginjal dan otak. Jadi tes ini kurang spesifik untuk penyakit hati,
namun dalam beberapa kasus peradangan hati, peningkatan ALT dan AST akan serupa
(Hasan, 2008).
SGPT, ALT, prinsipnya adalah
enzim yang terdapat dalam serum pasien akan mengkatalisasi reaksi antara
oksoglutarat dengan L alanin yang
membentuk glutamat dan piruvat. Piruvat yang terbentuk bereaksi dengan NADH
yang akan membentuk laktat dan SGPT yang dapat dilihat dari ∆A setelah 1 menit
reaksi berlangsung (Zulbadar,2007).
II.2 Nilai dan Rujukan
1. SGOT (Joyce, 2007).
Dewasa : 5-40 U/mL(Frankel), 4-36
IU/L, 16-60 U/mL pada 30o C (Karmen), 8-33 U/L pada 37oC
(unit SI), pada wanita nilainya agak sedikit lebih rendah dari pria. olahraga
mempengaruhi peningkatan kadar serum.
Anak : Bayi baru lahir : Empat kali dari nilai
normal.
Lansia : Sedikit lebih tinggi dari orang dewasa
2. SGPT
(Joyce, 2007).
Dewasa :
5-35 U/mL (Frankel), 5-25 mU/mL
(Wrobleweski). 8-50 U/mL pada suhu 30 0C (Karmen), 4-35 U/L pada
suhu 370S (unit S1).
Anak :
Bayi : dapat dua kali tinggi orang dewasa; Anak: sama dengan dewasa.
Lansia :
Agak lebih tinggi dari dewasa
II.3 Interpretasi Data Klinis
Nilai
normal SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) untuk orang dewasa
adalah laki-laki : 0 – 37 U/L dan perempuan : 0 – 31 U/L.
Nilai
normal SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase) untuk orang dewasa
adalah untuk laki-laki : 0 – 42 U/L, perempuan : 0 – 32 U/L.
Masalah
klinis SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase):
a. Penurunan kadar : kehamilan, diabetik ketoasidosis, beri-beri.
b. Peningkatan kadar : Infark miokard akut (IMA), ensefalitis, nekrosis
hepar, penyakit dan trauma muskuloskeletal, pankreatitis akut, ekslampsia,
gagal jantung kongestif (GJK). Obat-obat yang dapat meningkatkan nilai AST :
Antibiotik, narkotik, vitamin (asam folat, piridoksin, vitamin A),
antihipertensi (metildopa [Aldoment], guanetidin), teofilin, golongan
digitalis, kortison, flurazepam (Dalmane), indometasin (Indocin), isoniazid
(INH), rifampisin, kontrasepsi oral, salisilat, injeksi intramuskular (IM)
(Joyce, 2007).
Masalah
klinis SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase):
a.
Peningkatan Kadar :
Peningkatan paling tinggi : Hepatitis (virus) akut, hepatoksisitas yang
menyebabkan nekrosis hepar (toksisitas obat atau kimia); agak atau meningkat
sedang : sirosis, kanker hepar, gagal jantung kongesif, intoksisitas alkohol
akut; peningkatan marginal : infrak miokard akut (IMA). Antibiotik, narkotik,
metildopa (Aldomet), guanetidin, sediaan digitalis, indometasin (Indocin),
salisilat, rifampisin, flurazepam (Dalamane), propanolol (Inderal), kontrasepsi
oral, timah, heparin (Joyce, 2007)
II.4 Obat-obat dan makanan
a. Obat yang
berpengaruh
Mengkonsumsi obat-obatan tertentu
dapat meningkatkan kadar SGOT/SGPT.Haloten, merupakan jenis obat yang biasa
digunakan sebagai obat bius. Isoniasid,
merupakan jenis obat antibiotik untuk penyakit TBC. Metildopa, m erupakan jenis
obat anti hipertensid. Fenitoin dan Asam Valproat, m erupakan jenis obat yang
biasa digunakan sebaga i obat anti epilepsi atau ayan. Parasetamol, merupakan
jenis obat yang biasa diberikan dalam resep dokter sebagai pereda dan penurun
demam. Parasetamol adalah jenis obat yang aman, jika dikonsumsi dalam dosis
yang tepat. Namun jika berlebihan akan menyebabkan sirosis (kerusakan hati)
yang cukup parah bahkan sampai menyebabkan kematian. Selain jenis obat diatas
adapula jenis obat lainnya yang dapat m erusa k fungsi hati, seperti alfatoksin,
arsen, karboijn tetraklorida, tem baga dan vinil klorida.
b. Makanan yang berpengaruh
Penyebab yang paling umum
dari kenaikan-kenaikan yang ringan sampai sedang dari enzim-enzim hati ini (SGOT
dan SGPT) adalah fatty liver (hati
berlemak), penyalahgunaan alkohol dan penyebab-penyebab
lain dari fatty liver termasuk diabetes mellitus dan
kegemukan (obesity).
II.5 Fisiologi
Berbagai macam
fungsi hati dijalankan oleh sel yang disebut sebagai hepatosit, dimana 70-80%
menyusun sitoplasma hati. Berikut berbagai macam fungsi hepatosit (Ronald,
2004):
a) Sintesis protein
b) Penyimpanan protein
c) Metabolisme karbohidrat
d) Sintesis
kolesterol, garam empedu dan fosfolipid
e) Detoksifikasi,
modifikasi, dan ekskresi substansi endogen dan eksogen.
Hepatosit merupakan
sel tubuh yang memproduksi albumin serum, fibrinogen dan faktor pembekuan darah
kecuali faktor III dan IV. Selain itu, hati juga mempunyai peranan dalam
sintesis lipoprotein, ceruloplasmin, transferin, komplemen, dan glikoprotein.
Hepatosit juga memproduksi protein dan enzim intraselular termasuk
transaminase. Enzim yang dihasilkan oleh hepatosit yaitu Alanine Aminotransferase (ALT) atau Serum Glutamic
Pyruvic Transaminase (SGPT), dan Aspartate Aminotransferase (AST) atau Serum
Glutamic Oksaloasetat Transaminase (SGOT).SGPT terdapat pada sel darah merah,
otot jantung, otot skelet, ginjal dan otak. Sedangkan SGOT ditemukan pada hati.
Enzim tersebut akan keluar dari hepatosit jika terdapat peradangan atau
kerusakan pada sel tersebut. Kedua enzim ini dapat meningkat karena adanya
gangguan fungsi hati, dan penanda kerusakan sel lainnya, yang salah satu
penyebabnya adalah proses infeksi yang disebabkan oleh virus (Ronald, 2004).
Dua
macam enzim yang sering dihubungkan dengan kerusakan sel hati termasuk dalam
golongan aminotrasferase, yakni enzim yang mengkatalisis pemindahan gugusan
amino secara reversible antara asam amino dan asam alfa-keto. Aspartat
aminotransferase (AST) atau glutamat oksaloasetat transaminase (GOT)
mengerjakan reaksi antara asam aspartat dan asam alfa-ketoglutamat. Alanin
aminotransferase (AST) atau glutamat piruvat transaminase (GPT) melakukan reaksi
serupa antara alanin dan asam alfa-ketoglutamat
(Hidayat, 2010).
SGOT
( Serum Glutamik Oksaloasetik
Transaminase ) adalah enzim transaminase sering disebut juga AST (Aspartat Amino Transferase) katalisator
perubahan dari asam amino menjadi asam alfa ketoglutarat. Enzim ini berada pada
serum dan jaringan terutama hati dan jantung ( Sutedjo, 2006).
SGPT (Serum Glutamik Piruvat Transaminase ) merupakan enzim transaminase
yang dalam keadaan normal berada dalam jaringan tubuh terutama hati. Sering disebut
juga ALT (Alanin Aminotransferase) (Sutedjo, 2006).
II.6 Patologi
SGOT banyak terdapat dalam
mitokondria dan dalam sitoplasma, sedangkan SGPT hanya terdapat dalam
sitoplasma. Oleh karena itu, untuk proses lebih lanjut, terjadi kerusakan
membran mitokondria yang akan lebih banyak mengeluarkan SGOT atau AST,
sedangkan untuk proses akut SGPR atau ALT lebih dominan dibanding SGOT atau AST
(Panil, 2007).
Berdasarkan
interpretasi, semua sel prinsipnya mengandung enzim ini. Namun, enzim
transaminase mayoritas terdapat dalam sel hati, jantung, dan otak. Pada keadaan
adanya nekrosis sel yang hebat, perubahan permeabilitas membran atau kapiler,
enzim ini akan bocor ke sirkulasi. Sebab ini, enzim ini akan meningkat
jumlahnya pada keadaan nekrosis sel atau proses radang akut atau kronis (Panil,
2007 ).
Tes
faal hati yang terjadi pada infeksi bakterial maupun virus yang sistemik yang
bukan virus hepatitis. Penderita semacam ini, biasanya ditandai dengan demam
tinggi, myalgia, nausea, asthenia dan sebagainya. Disini faal hati
terlihat akan terjadinya peningkatan SGOT, SGPT serta ∂-GT antara 3-5X nilai
normal. Albumin dapat sedikit menurun bila infeksi sudah terjadi lama dan
bilirubin dapat meningkat sedikit terutama bila infeksi cukup berat
(Suwandhi, 2011).
Tes
faal hati pada hepatitis virus akut maupun drug induce hepatitis. Faal
hati seperti Bilirubin direct/indirect dapat meningkat biasanya
kurang dari 10 mg%, kecuali pada hepatitis kolestatik, bilirubin dapat
lebih dari 10 mg%. SGOT, SGPT meningkat lebih dari 5 sampai 20 kali nilai
normal. ∂-GT dan alkalifosfatase meningkat 2 sampai 4 kali nilai normal,
kecuali pada hepatitis kolestatik dapat lebih tinggi. Albumin/globulin biasanya
masih normal kecuali bila terjadi hepatitis fulminan maka rasio albumin
globulin dapat terbalik dan masa protrombin dapat memanjang
(Suwandhi, 2011).
ALT dan AST adalah dua penanda paling dapat diandalkan dari
cedera atau nekrosis hepatoseluler. Tingkat
mereka dapat meningkat dalam berbagai gangguan hati. Dari dua, ALT dianggap lebih spesifik untuk kerusakan hati karena hadir
terutama dalam sitosol hati dan dalam konsentrasi rendah di tempat lain. AST
memiliki bentuk sitosol dan mitokondria dan hadir di jaringan hati, jantung,
otot rangka, ginjal, otak, pankreas, dan paru-paru, dan sel darah putih dan
merah. AST kurang umum disebut sebagai oksaloasetat transaminase serum glutamic
dan ALT piruvat transaminase sebagai serum glutamat. Meskipun tingkat ALT dan
AST bisa sangat tinggi (melebihi 2.000 U per L dalam kasus cedera dan nekrosis
hepatosit yang berhubungan dengan obat-obatan, racun, iskemia, dan hepatitis),
ketinggian kurang dari lima kali batas atas normal (yaitu, sekitar 250 U per L
dan bawah) jauh lebih umum dalam kedokteran perawatan primer. Kisaran etiologi
yang mungkin pada tingkat elevasi transaminase lebih luas dan tes kurang
spesifik. Hal ini juga penting untuk mengingat bahwa pasien dengan ALT normal
dan tingkat SGOT dapat mempunyai penyakit hati yang signifikan dalam pengaturan
cedera hepatosit kronis (misalnya, sirosis, hepatitis C).(
Pault, 2005)
Tingkat- tingkat
yang tepat dari enzim-enzim ini
tidak berkorelasi baik dengan luasnya kerusakan hati atau prognosis. Jadi,
tingkat-tingkat AST (SGOT) dan ALT (SGPT) yang tepat tidak dapat digunakan
untuk menentukan derajat kerusakan hati atau meramalkan masa depan. Contohnya,
pasien-pasien dengan virus hepatitis A akut mungkin mengembangkan
tingkat-tingat AST dan ALT yang sangat tinggi (adakalanya dalam batasan ribuan
unit/liter). Namun kebnyakan pasien-pasien dengan virus hepatitis A akut sembuh
sepenuhnya tanpa sisa penyakit hati. Untuk suatu contoh yang berlawanan,
pasien- pasien dengan infeksi hepatitis C kronis secara khas mempunyai hanya
suatu peningkatan yang kecil dari tingkat- tingkat AST dan ALT mereka. Beberapa
dari pasien- pasien ini mungkin mempunyai penyakit hati kronis yang berkembang
secara diam- diam seperti hepatitis kronis dan sirosis (Gunawan, 2011)
BAB III METODE KERJA
III.1 Alat
Praktikum
Adapun
alat yang di pakai pada praktikum ini adalah kuvet,, mikropipet, sentrifuge,
spektro UV-Vis, spoit, tabung reaksi, tabung sentrifuge.
III.2 Bahan Praktikum
Adapun bahan yang di gunakan
pada praktikum ini adalah Aquades, reagen 1 SGOT, reagen 2 SGOT, reagen 1 SGPT,
reagen 2 SGPT dan serum.
III.3 Cara Kerja
a. Pengambilan
Spesimen
Dalam
percobaan kali ini spesimen yang digunakan adalah spesimen darah . diambil
darah dari sukarelawan ± 10 ml. kemudian dilakukan penyiapan serum. Penyiapan
serum. Untuk penyiapan serum darah probandus dimasukan ± 5 ml kedalam tabung
sentrifuge, lalu disentrifuge selama ± 15 menit pada kecepatan 6000 rpm.
Kemudian diambil serum darah dan dimasukkan kedalam tabung reaksi.
b. Pemeriksaan SGOT
1. Penyiapan Serum
Disiapkan alat dan bahan, dimasukkan darah ke dalam tabung
sentrifuge, disentrifuge
selama ± 15 menit pada kecepatan 6000 rpm, diambil serum darah, dimasukkan ke dalam tabung reaksi
2. Pengukuran absorban blanko
Disiapkan alat dan bahan, dipipet 100 µL aquadest
ke dalam kuvet, ditambahkan
1000 µL reagen 1
SGOT, diinkubasi
selama 5 menit pada
suhu 37o C, ditambahkan 250 µl reagen 2 SGOT,
dihomogenkan dan diukur absorban pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 375 nm.
3. Pengukuran
absorban sampel
Disiapkan alat dan bahan, dipipet 100 µL serum
darah ke dalam kuvet,
ditambahkan
1000 µL reagen 1
SGOT, diinkubasi
selama 5 menit pada
suhu 37o C, ditambahkan 250 µl reagen 2 SGOT,
dihomogenkan, diukur absorban pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 375 nm, diukur lagi absorbansinya pada
menit ke-2, ke-3, dan ke-4 dan dicatat nilai absorbansinya.
c. Pemeriksaan
SGPT
1. Penyiapan Serum
Disiapkan alat dan bahan, dimasukkan darah ke dalam tabung
sentrifuge, disentrifuge
selama ± 15 menit pada kecepatan 6000 rpm, diambil serum darah dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, dimasukkan ke dalam tabung reaksi
2. Pengukuran
Absorban Blanko
Disiapkan alat dan bahan, dipipet 100 µL aquadest
ke dalam kuvet, ditambahkan
1000 µL reagen 1
SGPT, diinkubasi
selama 5 menit pada
suhu 37o C, ditambahkan 250 µl reagen 2 SGPT,
dihomogenkan dan
diukur
absorban pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 375 nm.
3. Pengukuran Absorban Sampel
Disiapkan alat dan bahan, dipipet 100 µL serum
darah ke dalam kuvet,
ditambahkan
1000 µL reagen 1
SGPT, diinkubasi
selama 5 menit pada
suhu 37o C, ditambahkan 250 µl reagen 2 SGPT,
dihomogenkan, diukur absorban pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 375 nm, diukur lagi absorbansinya pada
menit ke-2, ke-3, dan ke-4 dan dicatat nilai absorbansinya
BAB
IV HASIL DAN
PEMBAHASAN
IV.1
Hasil
Absorban Pada
Menit
|
Absorban SGOT
|
Absorban SGPT
|
1
|
0,198
|
0,133
|
2
|
0,195
|
0,132
|
3
|
0,194
|
0,129
|
4
|
0,193
|
0,130
|
IV.2 Perhitungan
SGOT =
(U/L)
=
(U/L)
=
(U/L)
= 0,0035716667 (U/L)
= 0,00357 (U/L)
SGPT =
(U/L)
=
(U/L)
=
(U/L)
= 0,002143 (U/L)
= 0,00214 (U/L)
IV.3 Pembahasan
Darah merupakan komponen
esensial mahluk hidup,mulai dari binatang primitive sampai manusia.Dalam
keadaan fisiologik,darah selalu berada dalam pembuluh darah sehingga dapat menjalankan
fungsinya sebagai (a) pembawa oksigen; (b)mekanisme pertahanan
tubuh terhadap infeksi dan (c) mekanisme hemostasis.
SGOT singkatan dari Serum
Glutamic Oxaloacetic Transaminase, sebuah enzim yang biasanya hadir dalam dan
jantung sel-sel hati. SGOT dilepaskan ke dalam darah ketika hati atau jantung
rusak. Tingkat darah SGOT ini adalah demikian tinggi dengan kerusakan hati
(misalnya,dari hepatitis virus ) atau dengan serangan terhadap jantung
(misalnya, dari serangan jantung). Beberapa obat juga dapat meningkatkan kadar
SGOT. SGOT juga disebut aspartate aminotransferase (AST).
SGPT adalah singkatan dari
Serum Glutamic Piruvic Transaminase, SGPT atau juga dinamakan ALT (alanin
aminotransferase) merupakan enzim yang banyak ditemukanpada sel hati serta
efektif untuk mendiagnosis destruksi hepatoseluler. Enzim ini dalam jumlah yang
kecil dijumpai pada otot jantung, ginjal dan otot rangka. Pada umumnya nilai
tes SGPT/ALT lebih tinggi daripada SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut,
sedangkan pada proses kronis didapat sebaliknya.SGPT/ALT serum umumnya
diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, secara semi otomatis atau
otomatis. Dalam uji SGOT dan SGPT, hati dapat dikatakan rusak bila jumlah enzim
tersebut dalam plasma lebih besar dari kadar normalnya.
Adapun tujuan dilakukannya
percobaan kali ini adalah untuk menentukan
kadar SGOT (Serum Glutamat Oxaloacetat Transferase) dan SGPT (Serum
Glutamat Piruvat Transferase) dalam
darah.
Sebelum dilakukan pengujian dilakukan terlebih dahulu
darah disentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 6000 rpm, hal ini dilakukan
untuk memisahkan antara serum dan plasma darah. Alasan serum digunakan karena serum
tidak mengandung fibrinogen dimana fibrinogen tersebut terdapat pada plasma
yang dapat mengakibatkan pengukuran absorban meningkat 3-5%.
Adapun cara kerjanya yaitu pertama
disiapkan alat dan bahan, dipipet 100 µL aquadest
ke dalam kuvet, ditambahkan
1000 µL reagen 1
SGOT, diinkubasi
selama 5 menit pada
suhu 37o C, ditambahkan 250 µl reagen 2 SGOT,
dihomogenkan dan diukur absorban pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 375 nm. Setelah
itu dilakukan pengukuran absorban standar, pertama Disiapkan
alat dan bahan, dipipet 100 µL serum
darah ke dalam kuvet,
ditambahkan
1000 µL reagen 1
SGOT, diinkubasi
selama 5 menit pada
suhu 37o C, ditambahkan 250 µl reagen 2 SGOT,
dihomogenkan, diukur absorban pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 375 nm, diukur lagi absorbansinya pada
menit ke-2, ke-3, dan ke-4 dan dicatat nilai absorbansinya.
Alasan penggunaan reagen SGOT karena reagen SGOT
juga merupakan reagen yang spesifik untuk pengukuran SGOT dan alasan dilakukan
inkubasi selama beberapa menit, hal ini dimaksudkan agar reagen dan sampel
dapat bercampur dengan baik.
Nilai
normal SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) untuk orang dewasa
adalah laki-laki : 0-37 U/L dan perempuan : 0-31 U/L. Kelompok 2 = 0,00357 U/L
< 0 – 31 U/L (kadar normal).
Adapun cara kerjanya yaitu pertama
disiapkan alat dan bahan, dipipet 100 µL aquadest
ke dalam kuvet, ditambahkan
1000 µL reagen 1
SGPT, diinkubasi
selama 5 menit pada
suhu 37o C, ditambahkan 250 µl reagen 2 SGPT,
dihomogenkan dan diukur absorban pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 375 nm. Setelah
itu dilakukan pengukuran absorban standar, pertama Disiapkan
alat dan bahan, dipipet 100 µL serum
darah ke dalam kuvet,
ditambahkan
1000 µL reagen 1
SGPT, diinkubasi
selama 5 menit pada
suhu 37o C, ditambahkan 250 µl reagen 2 SGPT,
dihomogenkan, diukur absorban pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 375 nm, diukur lagi absorbansinya pada
menit ke-2, ke-3, dan ke-4 dan dicatat nilai absorbansinya.
Alasan penggunaan reagen SGPT karena reagen SGPT
juga merupakan reagen yang spesifik untuk pengukuran SGPT dan alasan dilakukan
inkubasi selama beberapa menit, hal ini dimaksudkan agar reagen dan sampel
dapat bercampur dengan baik.
Nilai
normal SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase) untuk orang dewasa
adalah untuk laki-laki : 0-42 U/L, perempuan : 0-32 U/L. Kelompok 2 = 0,00214 U/L masuk dalam ranges 0 – 32
U/L (Kadar
normal).
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Dari
percobaan pemeriksaan SGOT dan SGPT diperoleh hasil pada nilai SGOT 0,00357 sedangkan pada nilai SGPT adalah 0,00214 U/L. Dari data tersebut dapat
disimpulkan bahwa probandus perempuan dengan nilai rujukan normal SGOT 0-31 U/L
dan SGPT 0-32 U/L, semua nilai yang diperoleh memenuhi syarat karna berada
dalam range kadar normal maka dapat dikatakan bahwa kadar SGOT dan SGPT untuk
probandus berada dalam range normal.
V.2 Saran
Disarankan
agar alat dan bahan di lab diperbanyak dan diperlengkap, agar praktikum dapat
berjalan dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim., 2015, Penuntun Praktikum Kimia Klinik,
Universitas Muslim Indonesia, Makassar.
Gunawan. 2011. http://www.totalkesehatananda.com/darahhati2.html. jakarta.
Diakses tanggan 25 juni 2011
Hasan, I. 2008. Peran Albumin Dalam Penatalaksanaan Sirosis Hati. Medicinus. No. 2.Vol.21.http://www.dexamedica.com/images/publish_upload080711257643001215763044FA%20MEDICINUS%208%20MEI%202008%20rev.pdf.
Joyce. L, 2007. Pemeriksaan
Laboratorium dan Diagnostik. EGC : Jakarta
Panil
Zulbadar, 2007, Memahami Teori dan
Praktikan Kimia Dasar, EGC, Jakarta.
Poedjiadi, 1994, Jakarta,
“Dasar-Dasar Biokimia”. UI Press
Ronald A. Sacher
& Richard A. McPherson, alih bahasa : Brahm U. Pendit dan Dewi Wulandari,
editor : Huriawati Hartanto, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11, EGC, Jakarta, 2004.
Suryadi dan Marzuki. 1983. Pemeriksaan Faal Hati. Cermin
Kedokteran. No. 30. Vol. 1. 14 – 19. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk030diagnosislaboratorium.pdf
Sutedjo, A.Y. 2006. Mengenal Penyakit Melalui Pemeriksaan Laboratorium. Cetakan I, Amara Books, Yogjakarta
LAMPIRAN
1.
Skema
Kerja
a. Penyiapan
Serum
Disiapkan alat dan bahan,
dimasukkan darah ke dalam tabung sentrifug
disentrifug selama kurang lebih 15 menit pada kecepatan 6000 rpm
diambil serum darah dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
b. SGOT
1.
Pengukuran absorban blanko
Disiapkan alat dan bahan
Dipipet 100 µL aquadest ke dalam kuvet
ditambahkan 1000 µL regean 1 SGOT
diinkubasi pada suhu 370C selama
5 menit
dii ukur absorban spektrofotometer dengan panjang gelombang 375 nm.
2.
Pengukuran absorban sampel
Disiapkan alat dan bahan
Dipipet 100 µL serum ke dalam kuvet
ditambahkan 1000 µL regean 1 SGOT
diinkubasi pada suhu 370C selama
5 menit
dii ukur absorban spektrofotometer dengan panjang gelombang 375 nm.
c. SGPT
1.
Pengukuran absorban blanko
Disiapkan alat dan bahan
Dipipet 100 µL aquadest ke dalam kuvet
ditambahkan 1000 µL regean 1 SGOT
diinkubasi pada suhu 370C selama
5 menit
dii ukur absorban spektrofotometer dengan panjang gelombang 375 nm.
2.
Pengukuran absorban sampel
Disiapkan alat dan bahan
Dipipet 100 µL serum ke dalam kuvet
ditambahkan 1000 µL regean 1 SGOT
diinkubasi pada suhu 370C selama
5 menit
dii ukur absorban spektrofotometer dengan panjang gelombang 375 nm.
kenapa di inkubasi selama 5 menit?
BalasHapuskenapa harus dii ukur absorban spektrofotometer dengan panjang gelombang 375 nm.?
BalasHapusterimakasih atas infonya
BalasHapusflux